KITAB ADAB MENDENGAR DAN KESANNYA DIHATI
Yaitu : Kitab Kedelapan dari Rubu' Ad at dari Kitab Ihya' - Ulumiddin.
بسم الله الرحمن الرحيم
(Dengan nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Pengasih)
Segala
pujian bagi Allah yang membakar hati para aulia-Nya dengan api
kasih-sayang-Nya. Melemah-lembutkan cita-cita dan jiwa mereka dengan
kerinduan kepada bertemu dan bermusyahadah dengan-Nya. Dan menegakkan
pandangan dzahir dan pandangan bathin mereka kepada memperhatikan
keelokan hadharat-Nya. Sehingga jadilah mereka mabuk dari hembusan
kelezatan perhubungan itu. Dan jadilah hati mereka dari memperhatikan
kesucian keagungan itu, tenggelam diri,lagi heran.
Maka
tidaklah dilihat mereka dalam dua alam itu (alam ghaib dan alam nyata)
akan sesuatu, selain Dia. Dan tidaklah disebut mereka pada dua negeri
itu (dunia dan akhirat), selain Dia. Jikalau didatangkan kepada mata
mereka suatu bentuk, niscaya melintasilah mata hati mereka kepada
Pembentuknya.
Jikalau
pendengaran mereka diketuk oleh bunyi yang merdu, niscaya mendahuluilah
segala gurisan jiwa mereka kepada Yang Dicintai. Jikalau datang kepada
mereka suara yang mengejutkan atau yang mengkagetkan atau yang
menggembirakan atau yang menyedihkan atau yang mengesankan atau yang
merindukan atau yang menyemangatkan, niscaya tidaklah kekejutan mereka
itu, selain kepada-Nya. Dan tidaklah kegembiraan mereka itu, melainkan
dengan Dia. Dan tidaklah kekagetan mereka itu, melainkan kepada-Nya'.
Dan tidaklah kesedihan mereka itu, melainkan pada-Nya. Dan tidaklah
kerinduan mereka itu, melainkan kepada apa yang di sisi-Nya (dari
kenikmatan yang abadi). Dan tidaklah gerakan mereka itu, melainkan
karena-Nya. Dan tidaklah bulak-balik mereka itu, melainkan di
keliling-Nya. Maka daripada-Nya-lah pendengaran mereka dan
kepada-Nya-lah perhatian pendengaran mereka itu. Tertutuplah dari yang
lain, penglihatan dan pendengaran mereka.
Mereka
itu ialah orang-orang yang dipilih oleh Allah untuk menjadi wali-Nya.
Dan dianugerahi-Nya kepada mereka itu, kemurnian dari antara orang-orang
pilihan dan orang-orang tertentu bagi-Nya.
584
|
Dari
rahmat kepada Muhammad, yang diutus dengan kerasulannya dan kepada
keluarga dan shahabat-shahabatnya, imam-imam dan pahlawan-pahlawan
kebenaran. Dan anugerahilah kiranya kesejahteraan yang banyak!.
Amma
ba'du — kemudian, sesungguhnya hati dan isi hati (sarirah) itu, gudang
segala rahasia dan tambang segala intan permata. Dan sesungguhnya
tersembunyi di dalam hati segala intan permatanya, sebagaimana
tersembunyinya api pada besi dan batu. Dan tersembunyinya segala intan
permata itu, sebagaimana tersembunyinya air di bawah tanah dan tan ah
liat.
Dan
tiada jalan untuk melahir kan rahasia yang tersembunyi itu, selain
dengan cetusan pendengaran. Dan tiada yang menghembuskan kepada hati,
selain dari pendengaran yang menjadi tempat masuknya.
Maka
segala dengungan yang berirama, lagi enak didengar itu, mengeluarkan
apa yang di dalamnya. Melahirkan segala yang baik atau segala yang buruk
daripadanya. Maka tidaklah lahir dari hati, ketika digerakkan, selain
apa yang dikandunginya. Sebagaimana tidak disaring oleh bejana air,
selain dengan apa yang ada di dalamnya. Maka pendengaran bagi hati itu
batu asahan yang benar dan ukuran yang menuturkan. Maka tiada sampai
jiwa pendengaran kepada hati, melainkan telah bergerak di dalamnya, apa
yang menguasainya (dari kebajikan atau kejahatan); Apabila adalah hati
itu menurut sifatnya patuh kepada pendengaran, sehingga ia melahirkan
dengan segala yang datang bagi pendengaran itu, akan segala yang
tersembunyi pada hati, membuka segala keburukan dan melahirkan segala
kebaikannya, niscaya wajiblah diuraikan perkataan tentang : mendengar
nyanyian dan kesannya di hati. Dan menjelaskan segala faedah dan bahaya
yang ada pada keduariya. Dan apa yang disunatkan pada keduanya, dari
adab-adab dan cara-cara. Dan apa yang mendatangkan kepada mendengar
nyanyian dan kesannya di hati, dari perselisihan para ulama, tentang
yang dilarang atau yang diperbolehkan pada mendengar nyanyian dan
kesannya di hati itu. Dan akan kami terangkan yang demikian itu, pada :
dua bab :
Bab Pertama : tentang pembolehan mendengar.
Bab
Kedua : tentang adab mendengar dan kesan-kesan pendengaran pada hati
dengan perasaan. Dan kesan pada anggota badan dengan tarian, suara
keras dan pengoyakan kain.
585
|
Bab
pertama : Menyebutkan tentang perselisihan ulama tentang pembolehan
mendengar nyanyian dan menyingkapkan yang benar padanya.
penjelasan : Kata-kata ulama fiqh dan ahli tashawwuf tentang penghalalan dan pengharamannya.
Ketahuilah, bahwa :
mendengar, ialah : permulaan urusan. Dan pendengaran itu membuahkan
suatu keadaan dalam hati, yang dinamai : kesannya (al-wajd). Dan
kesannya itu membuahkan penggerakan anggota badan. Adakalanya dengan
gerakan, yang tidak bertimbangan. Maka dinamai: kegoncangan. Dan
adakalanya dengan bertimbangan. Maka dinamai: tepukan tangan dan tarian.
(1)
Maka marilah kita mulai dengan
: hukum mendengar. Dan itulah yang pertama. Dan akan kami nukilkan
padanya kata-kata yang lahir dari madzhab-madzhab. Kemudian, kami
sebutkan dalil atas pembolehannya. Kemudian, kami ikutkan dengan
penjawaban dari apa yang menjadi pegangan orang-orang yang mengatakan :
pengharamannya.
Tentang
menukilkan madzhab-madzhab, telah diceriterakan oleh Al-Qadli
Abuth-Thayyib Ath-Thabari dari Imam Asy-Syafi-'i ra., Imam Malik ra.,
Imam Abu Hanifah ra., Sufyan dan segolongan ulama, akan kata-kata yang
menjadi dalil, bahwa mereka itu ber- pendapat akan haramnya.
Asy-Syafi-'i
ra. berkata dalam Kitab Adab Kehakiman (Kitab Adabil-Qadla'), bahwa
sesungguhnya nyanyian adalah makruh, menyerupai batil. Barangsiapa
memperbanyak menyanyi, maka dia itu orang bodoh (safih), yang ditolak
kesaksiannya. Al-Qadli Abuth-Thayyib berkata : "Mendengar nyanyian dari
wanita yang bukan mahram (2), tidak boleh pada para shahabat
Asy-Syafi-'i ra., dalam keadaan apapun juga. Sama saja keadaan wanita
itu terbuka atau di belakang hijab. Sama saja, wanita itu merdeka atau
hambasahaya (budak)".
(1)
Bertimbangan : maksudnya, gerakan anggota badan itu ditimbang dengan
bunyi suara atau lagu yang dinyanyikan. Sehingga seirama dengan lagu,
tidak kacau- balau dan gerakan yang tak menentu (Pent.).
|
(2)
Wanita mahram, ialah : wanita yang haram dikawini. Dalam masyarakat
kita, orang menyebut muhrto Eadahal muhrim itu, artinya : orang yang
ihram, melakukan ibadah hajji. Suatu kekeliruan bahasa, yang
harus'diperbaiki.
|
586
|
Berkata
Al-Qadli : "Asy-Syafi-'i ra. berkata : 'Orang yang punya budak
perempuan, apabila mengumpulkan manusia untuk mendengar nyanyian budak
itu, maka dia adalah orang safih, yang ditolak kesaksiannya'".
Berkata
Al-Qadli : "Diceriterakan dari Asy-Syafi-'i, bahwa, Asy- Syafi-'i
memandang makruh memukul kuku-kuku binatang dengan kayuDan ia mengatakan
: "Bahwa alat permainan itu diadakan oleh orang-orang zindiq (orang
yang tidak beragama). Supaya mereka melalaikan diri dari Al-Qur'an".
Asy-Syafi-'i ra. berkata :
"Dimakruhkan menurut hadits, permainan musik dengan nard (1), lebih
banyak daripada makruhnya permainan dengan sesuatu alat permainan yang
lain. Aku tidak menyukai permainan catur. Dan aku memandang makruh
setiap apa yang menjadi permainan manusia. Karena permainan itu tidaklah
dari perbuatan ahli Agama dan berkepribadian (muru'ah)". (2)
Adapun Malik ra.,
maka beliau melarang nyanyian. Dan berkata : "Apabila membeli budak
wanita, lalu mendapatinya seorang penyanyi, niscaya bolehlah
mengembalikannya kepada si penjual". Dan itu adalah madzhab ahli Madinah
lainnya, kecuali Ibrahim bin Sa'd seorang.
Adapun
Abu Hanifah ra. memandang makruh yang demikian. Dan menjadikan
mendengar nyanyian termasuk dosa. Begitu pula Ahli Kufah lainnya,
seperti : Sufyan Ats-Tsuri, Hammad, Ibrahim, Asy-Sya'bi dan lain-lain.
Ini
semuanya, dinukilkan oleh Al-Qadli Abuth-Thayyib Ath- Thabari. Dan
dinukilkan oleh Abu Thalib Al-Makki, membolehkan mendengarkan
nyanyian-nyanyian dari suatu golongan ulama. Ia berkata : "Didengar dari
shahabat Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. oleh 'Abdullah bin Ja'far, 'Abdullah bin Az-Zubair, Al-Mughirah bin Sya'bah, Mu'awiah dan lain-lain".
(1) Nard : semacam alat musik yang diciptakan oleh seorang raja Persia dahulu kala, terbuat dari batang kurma.
|
(2)
Ini hal harus diperhatikan la tar belakang dan suasana waktu itu.
Karena apabila diperhatikan secara keseluruhan, adalah banyak
sangkut-pautnya dengan minum khamar dan perbuatan-perbuatan ma'shiat
lainnya.
|
587
|
Dan
Abu Thalib Al-Makki berkata seterusnya : "Telah diperbuat demikian oleh
kebanyakan salaf (ulama terda hulu) yang shalih : baik shahabat atau
tab’in, dengan sebaik-baik- nya". Seterusnya beliau mengatakan :
"Senantiasalah orang-orang Hijaz pada kami di Makkah, mendengar nyanyian
pada hari-hari yang utama dari tahun. Yaitu: hari-hari yang terbilang,
yang disuruh oleh Allah akan
hamba-Nya padanya dengan berdzikir (mengingati-Nya), seperti : hari-hari
tasyriq (1). Dan senantiasalah penduduk Madinah itu, seperti penduduk
Makkah, terbiasa mendengar lagu, sampai kepada zaman kita sekarang ini.
Maka kami dapati Abu Marwan Al-Qadli mempunyai budak-budak wanita, yang
memperdengarkan nyanyiannya kepada orang banyak. Sesungguhnya mereka
itu disediakan untuk orang-orang shufi". Berkata Abu Thalib Al-Makki :
"Adalah 'Atha' mempunyai dua budak wanita yang bernyanyi. Maka
teman-temannya mendengar nyanyian kedua budak wanita itu".
Berkata Abu Thalib Al-Makki
: "Ditanyakan Abil-Hasan bin Salim : 'Bagaimana tuan menantang
mendengar lagu. Dan adalah Al-Junaid, Sirri As-Saqathi dan Dzun-Nun
mendengarnya?' ".
Maka Abil-Hasan menjawab :
"Bagaimana aku menantang mendengar lagu, padahal telah diperbolehkan
dan didengar oleh orang- orang yang lebih baik daripadaku. Sesungguhnya
adalah 'Abdullah bin Ja'far Ath-Thayyar mendengar lagu. Dan yang aku
tantang, ialah senda-gurau permainan dalam mendengar lagu itu".
Diriwayatkan dari Yahya bin Ma'adz,
bahwa Yahya berkata : "Kami berketiadaan tiga perkara. Maka kami tidak
melihatnya dan aku tidak melihatnya, bertambah, melainkan kurangnya
kebagusan muka serta pemeliharaan, kebagusan perkataan serta keagamaan
dan kebagusan persaudaraan serta kesetiaan. Aku melihat pada sebagian
kitab-kitab, akan ini, diceriterakan dengan sebenar- nya dari Al-Harits
Al-Muhasibi. Dan padanya menunjukkan, bahwa Al-Harits membolehkan
mendengar nyanyian, serta dzuhudnya dan pemeliharaan kesan hatinya dan
kesetiaannya kepada Agama".
Abu Thalib Al-Makki berkata :
"Adalah Ibnu Mujahid tidak mem perkenankan suatu undangan, kecuali ada
padanya nyanyian". Dan bukan Seorang yang menceriterakan, bahwa Abu
Thalib berkata : "Kami berkumpul pada suatu undangan dan bersama kami,
Abul Qasim bin Bintu Muni', Abu Bakar bin Daud dan Ibnu Mujahid bersama
teman-teman mereka. Maka datanglah nyanyian. Lalu Ibnu Mujahid mendorong
bin Bintu Muni', supaya mengajak Bin Daud mendengarnya. Maka Bin Daud
menjawab : 'Disampai- kan kepadaku oleh ayahku, dari Ahmad bin Hambal,
bahwa Ahmad bin Hambal memandang makruh mendengar nyanyian.
(1)
Hari-hari Tasyriq : yaitu tiga hari sesudah hari Raya Hajji, ya'ni :
tanggal sebelas, dua belas dan tiga beias bulan Dzulhijjah.
|
588
|
Dan ayahku memakruhkannya dan aku atas madzhab (aliran) ayahku'".
Maka
menjawab Abdul Qasim bin Bintu Muni' : "Adapun nenekku ialah Ahmad bin
Bintu Muni'. Beliau menceriterakan kepadaku dari Shalih bin Ahmad, bahwa
ayahnya mendengar nyanyian Ibnul- Khabbazah".
Lalu
Ibnu Mujahid berkata kepada Bin Daud : "Biarkanlah saudara dengan ayah
saudara!". Dan kepada Bin Bintu Muni', Ibnu Mujahid berkata pula :
"Biarkanlah saudara dengan nenek saudara! Sekarang, apa yang akan engkau
katakan, wahai Abu Bakar (Abu Bakar bin Daud), mengenai orang yang
menyanyikan sekuntum sya'ir, adakah itu haram?". Bin Daud menjawab :
"Tidak!".
Menyambung Ibnu Mujahid : "Jikalau suaranya bagus, haramkah
ia menyanyikannya?".
Bin Daud menjawab : "Tidak!".
Menyambung
Ibnu Mujahid lagi : "Jikalau dinyanyikannya dan dipanjangkannya,
dipendekkannya yang panjang dan dipanjang- kannya yang pendek, adalah
haram yang demikian kepadanya?". Bin Daud menjawab : "Aku tidak kuat
untuk satu sethan, maka bagaimanakah aku kuat untuk dua sethan?".
Abu
Thalib Al-Makki berkata : "Abul-Hasan Al-'Usqalani Al-As- wad, adalah
termasuk aulia yang mendengar nyanyian dan terpe- sona ketika mendengar
nyanyian itu. Ia mengarang suatu kitab tentang nyanyian. Dan menolak
orang-orang yang menantang nyanyian".Begitu pula suatu jama'ah dari
mereka menyusun kitab untuk menolak orang-orang yang menantang
nyanyian.
Diceriterakan dari setengah syaikh-syaikh tashawwuf, bahwa mengatakan : "Aku bertemu dengan Abul-Abbas Al-Khidlir as. Lalu aku bertanya :
'Apakah kata tuan tentang mendengar nyanyian ini, yang dipertengkarkan oleh shahabat-sh'ahabat kami?'"'.
Maka
menjawab Al-Khidlir : Mendengar nyanyian itu hal yang bersih yang
menggelincirkan, yang tidak tetap di atasnya, selain tapak kaki
ulama-ulama".
589
|
Diceriterakan dari Mimsyad Ad-Dainuri, bahwa mengatakan : "Aku bermimpi bertemu dengan Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. lalu aku bertanya : 'Wahai Rasulullah! Adakah engkau menantang sesuatu dari mendengar nyanyian ini?'
Lalu Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
menjawab : "Tidaklah aku menantang sesuatu daripadanya. Tetapi
katakanlah kepada mereka, supaya mereka memulai sebelumnya dengan
Al-Qur-an dan menyudahi sesudah- nya dengan Al-Qur-an!".
Diceriterakan dari Thahir bin Bilal Al-Hamdani Al-Warraq dan ia adalah termasuk ahli ilmu, yang mengatakan : "Aku ber-i'tikaf pada masjid-jami' Jeddah dekat laut. Maka pada suatu hari aku melihat sekumpulan orang bernyanyi pada suatu sudut dari masjid itu suatu nyanyian. Dan mereka itu mendengarnya. Lalu aku menantang yang demikian dengan hatiku. Dan aku berkata pada diriku : 'Dalam suatu rumah dari rumah Allah (baitullah), mereka itu mengatakan pantun'
Thahir meneruskan ceriteranya : "Lalu pada malam itu aku bermimpi bertemu dengan Rasulullah صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
Dan beliau itu duduk pada sudut itu dan di sampingnya Abu Bakar
Ash-Shiddiq ra. Dan tiba- tiba Abu Bakar mengucapkan sesuatu dari
nyanyian itu dan Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
mendengarkannya. Dan meletakkan tangannya di atas dadanya seperti orang
yang terpesona dengan demikian. Lalu aku berkata pada diriku : "Tiada
seyogialah aku menantang mereka yang mendengar itu. Dan ini Rasulullah صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. mendengar dan Abu Bakar melagukan. Lalu Rasulullah صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
berpaling kepadaku, seraya bersabda : 7m adalah kebenaran dengan
kebenaran'". Atau beliau bersabda : "Kebenaran dari kebenaranAku ragu
yang mana diantara dua perkataan ituyang diucapkan oleh Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
Al-Junaid berkata : "Diturunkan rahmat kepada golongan ini, (golongan shufi) pada tiga tempat : ketika makan. Karena mereka itu tidak makan, selain dari sangat lapar.
Ketika membicarakan
" ilmu pengetahuan (mudzakarah). Karena mereka itu tiada bersoal-
jawab, selain mengenai kedudukan orang-orang shiddiq (orang yang
benar-benar membenarkan Agama).
Dan ketika mendengar nyanyian. Karena mereka itu mendengar dengan berkesan di hati dan mengakui akan kebenaran".
590
|
Dari Ibnu Juraij,
bahwa ia memandang ringan tentang nyanyian. Lalu ia ditanyakan orang :
"Adakah nyanyian itu didatangkan pada hari qiamat, dalam jumlah
kebaikanmu atau kejahatanmu?". Lalu Ibnu Juraij menjawab : "Tidak dalam
kebaikan dan tidak dalam kejahatan. Karena nyanyian itu menyerupai
dengan perbuatan yang sia-sia. Allah Ta'ala berfirman :
لا يُؤَاخِذُكُمُ اللَّهُ بِاللَّغْوِ فِي أَيْمَانِكُمْ
(Laa yu-aakhidzukumullaahu bil-laghwi fii aimaa nikum).
Artinya : "Allah tidak mengadakan tuntutan -kewajiban- karena su mpah mil yang tidak disengaja (S. Ai-Baqarah, ay at 225). Inilah
yang dinukilkan dari ucapan-ucapan ulama! Barangsiapa mencari kebenaran
pada bertaqlid (mengikuti ulama-ulama), maka bagaimanapun ia memeriksa
dengan mendalam, niscaya bertentanganlah ucapan-ucapan itu pada
bertaqlid tadi. Lalu tinggallah ia dalam keheranan atau condong kepada
sebahagian dari ucapan- ucapan itu dengan keinginan saja. Dan semua itu
adalah teledor. Tetapi seyogialah mencari kebenaran menurut jalannya.
Dan yang demikian itu, dengan pembahasan dari tempat-tempat diketahui
pelarangan dan pembolehan, sebagaimana akan kami terangkan ini.
Penjelasan Dalil tentang pembolehan mendengar nyanyian.
Ketahuilah,
bahwa perkataan dari orang yang mengatakan : mendengar nyanyian itu
haram, artinya : bahwa Allah Ta'ala menyiksakannya. Dan ini adalah suatu
hal yang tidak dapat diketahui, dengan semata-mata akal. Tetapi dengan
mendengar dalil Agama. Mengenal hukum keagamaan itu terbatas pada nash
(dalil Agama yang tegas). Atau qias (anologi) kepada yang di-nash-kan.
Yang dimaksud dengan nash, ialah apa yang dijelaskan oleh Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. dengan perkataan atau perbuatannya.
Yang dimaksud dengan qias, ialah : pengertian yang dipahami dari perkataan-perkataan dan perbuatan-perbuatan Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
Jikalau tidak ada padanya nash dan tidak lurus padanya qias kepada
yang di-nash-kan, niscaya batallah perkataan mengharamkannya. Dan
tinggallah sebagai perbuatan yang tidak ada apa-apa padanya, seperti
perbuatan-perbuatan lain yang diperbolehkan (perbuatan mubah). Dan tidak
adalah nash dan qias yang menunjukkan kepada mengharamankan mendengar
nyanyian. Dan yang demikian itu jelas pada jawaban kami, dari
dalil-dalil mereka yang cenderung kepada mengharamkannya.
Manakala
telah sempurnalah jawaban dari dalil-dalil mereka, niscaya adalah yang
demikian, jalan yang mencukupi tentang mempo sitifkan (menetapkan)
maksud ini. Tetapi kami mulai dan menga takan : sesungguhnya
bersama-sama nash dan qias menunjukkan kepada membolehkannya.
591
|
Adapun qias, yaitu : sesungguhnya nyanyian itu, berkumpul pada nya segala pengertian, yang seyogianyalah dibahas masing-masing daripadanya, kemudian dari keseluruhannya. Maka sesungguhnya pada nyanyian itu, ada nyanyian dengan suara merdu yang bertimbangan (mempunyai not), yang dipahami maksudnya, yang menggerakkan hati.
Maka sifat yang lebih umum, ialah bahwa nyanyian itu, suara yang merdu. Kemudian suara yang merdu itu terbagi kepada : yang bertimbangan dan yang tidak bertimbangan. Yang bertimbangan, terbagi kepada : yang dipahami, seperti : pantun-pantun. Dan yang tidak dipahami, seperti : bunyi barang- barang keras dan binatang-binatang lainnya.
Adapun
mendengar suara yang merdu, dari segi kemerduannya, maka tiada
seharuslah diharamkan. Tetapi adalah halal dengan nash dan qias.
Adapun qias, maka yaitu :
kembali kepada mendapat kelezatan pancaindra (perasaan) mendengar,
dengan memperoleh hal yang khusus dengan pendengaran itu. Dan manusia
itu, mempunyai akal-pikiran dan lima pancaindra.
Masing-masing
pancaindra itu, mempunyai perasaan memperoleh sesuatu'. Dan pada yang
didapati pancaindra itu ada sesuatu yang melezatkan. Kelezatan
memandang adalah pada pandangan-pandangan yang cantik, seperti :
sayur-sayuran yang menghijau, air yang mengalir dan muka yang cantik.
Pada umumnya, segala warna yang cantik lainnya. Dan itu adalah kebalikan
dari apa yang tidak disukai, dari warna-warna yang keruh lagi buruk.
Dan penciuman mempunyai bau-bauan yang harum. Dan itu adalah kebalikan
dari bau busuk yang tidak disukai. Dan perasaan, mempunyai makanan yang
lezat cita rasa- nya, seperti : lemak, manis dan masam. Dan itu adalah
kebalikan rasa pahit yang tidak baik. Dan penyentuhan, mempunyai
kelezatan lembut, licin dan halus. Dan itu adalah kebalikan dari kasar
dan buruk budi. Dan akal-pikiran, mempunyai kelezatan ilmu dan
pengenalan (ma'r if ah). Dan itu adalah kebalikan dari bodoh dan dungu.
Maka
demikian juga suara-suara yang diperoleh dengan pendengaran, terbagi
kepada yang dilezati (disenangi), seperti : suara burung murai dan bunyi
serunai. Dan yang tiada disenangi, seperti : suara keledai dan lainnya.
Maka alangkah jelasnya kiasan pancaindra ini dan kelezatannya,
dibandingkan dengan pancaindra lainnya dan kelezatannya.
Adapun
nash, maka menunjukkan kepada bolehnya mendengar suara yang merdu,
suatu nikmat Allah Ta'ala kepada hamba-Nya dengan suara yang merdu itu.
Karena Ia berfirman :
592
|
Adapun
nash, maka menunjukkan kepada bolehnya mendengar suara yang merdu,
suatu nikmat Allah Ta'ala kepada hamba-Nya dengan suara yang merdu itu.
Karena Ia berfirman :
يَزِيدُ فِي الْخَلْقِ مَا يَشَاءُ
(Yaziidu fil-khalqi maa yasyaa-u).
Artinya : "la (Allah) menambah pada makhluq-Nya apa yang di-kehendaki-Nya". (S. Fathir, ayat 1).
Maka ada yang mengatakan, ialah : suara yang merdu.
Dan pada hadits,tersebut :
ما بعث الله نبيا إلا حسن الصوت
(Maa ba-'atsallaahu nabiyyan illaa hasanash-shauti). Artinya : "Allah Ta'ala tiada mengutus seorang Nabi, melainkan bagus suaranya". (1)
Dan Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. bersabda :
"Allah Ta'ala sangat mendengar orang yang bagus suaranya dengan
pembacaan Al-Qur-an yang dibacanya dengan suara keras, daripada orang
yang mempunyai budak perempuan yang mendengar bacaan budak perempuannya
itu". (2)
Dan tersebut pada hadits yang menerangkan pujian kepada Nabi Daud as. . "Sesungguhnya
Nabi Daud as. bagus suaranya pada berlagu yang membawa kepada menangis
atas dirinya sendiri dan pada membaca Zabur. Sehingga berkumpullah
manusia, jin, binatang- binatang liar dan burung-burung untuk mendengar
suaranya. Dan adalah dibawa pada majelis Nabi Daud as. itu empat ratus
janazah (orang yang meninggal) dan mendekati empat ratus pada segala
waktu ".(3)
Bersabda Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. memuji Abu Musa Al-Asy-ari : "Sesungguhnya telah diberikan kepadanya (Abu Musa Al-Asy'ari) serunai dari serunai-serunai keluarga Daud". (4)
Dan firman Allah Ta'ala :
أَنْكَرَ الأصْوَاتِ لَصَوْتُ الْحَمِيرِ
(Inna ankaral-ashwaati lashautul-hamiir).Artinya; "Sesungguhnya suara yang amat buruk, ialah suara himar (keledai). (S. Luqman, ayat 19),
menunjukkan dengan yang terpaham daripadanya, kepada pujian suara yang
bagus. Jikalau boleh dikatakan, bahwa diperbolehkan yang demikian,
dengan syarat adanya pada Al-Qur-an, niscaya haruslah diharamkan
mendengar suara burung murai. Karena dia itu tidak dari Al-Qur-an.
1.Dirawikan At-Tirmidzi dari Qatadah.
|
2.Hadits ini sudah diterangkan pada "Kitab Tiiawatil-Qur-an", dahulu.
|
3.Kata Al'Iraqi, bahwa beliau tidak pernah menjumpai hadits ini.
|
4.Hadits ini sudah diterangkan dahulu pada "Bab Tilawatil-Qur-an".
|
593
|
Dan
apabila boleh mendengar suara kelalaian, yang tak ada arti, maka
mengapakah tidak diperbolehkan mendengar suara yang dapat dipahami
hikmat dan pengertian-pengertian yang benar daripadanya? Dan
sesungguhnya pada sya'ir itu mengandung hikmat.
Ini adalah pandangan pada suara, dari segi bahwa suara itu bagus dan baik.
Derajat kedua, ialah
memandang pada suara yang bagus lagi bertimbangan. Karena bertimbangan
itu adalah dibalik kebagusan. Berapa banyak suara yang bagus di luar
dari bertimbangan. Dan berapa banyak suara yang bertimbangan, tidak
bagus. Dan suara bertimbangan, memandang kepada tempat keluarnya
(sumbernya) itu tiga : Adakalanya keluar (bersumber) dari benda keras,
seperti suara (bunyi) serunai, gitar, suling, tambur dan lainnya.
Adakalanya keluar dari kerongkongan hewan. Dan hewan itu, adakalanya
manusia atau lainnya, seperti suara murai, merpati dan suara
burung-burung yang bersajak.
Suara
itu serta bagusnya adalah bertimbangan, bersesuaian terbit dan
putusnya. Maka karena itulah enak didengar. Dan asal segala suara itu
ialah dari kerongkongan hewan, Dan sesungguhnya meletakkan serunai di
atas suara kerongkongan, ialah penyerupaan suara yang diperbuat manusia
(shun'ah), dengan suara yang dijadikan oleh Allah (khilqah). Dan tiada
suatupun yang dicapai oleh ahli-ahli pembuat, dengan pembuatannya,kepada
memberi bentuknya, melainkan telah mempupyai contoh pada makhluq (alam)
yang dipilih oleh Allah Ta'ala dengan menciptakannya. Maka daripada
itulah, para pembuat (pengusaha-pengusaha pabrik) mempelajarinya. Dan
dengan contoh itulah mereka bermaksud menuruti- nya. Dan uraian yang
demikian itu akan panjang!. Maka mendengar suara-suara tersebut,
mustahillah diharamkan, lantaran bagusnya atau bertimbangannya. Tiadalah
jalan kepada mengharamkan suara burung murai dan burung-burung yang
lain. Dan tiada bedanya antara satu kerongkongan dengan satu
kerongkongan dan antara barang keras dan hewan.
Maka
seyogialah diqiaskan kepada suara burung murai, suara-suara yang keluar
dari tubuh-tubuh lainnya dengan usaha manusia. Seperti yang keluar dari
kerongkongannya atau dari suling, tambur, genderang dan lainnya. Dan
tiada dikecualikan dari ini, selain alat-alat permainan, gitar dan
serunai yang ditegaskan oleh Agama pelarangannya. Tidak karena
ke-enakannya. Karena kalau karena ke-enakannya, tentulah akan diqiaskan
kepadanya segala yang dirasakan manusia ke-enakannya.
594
|
Tetapi
diharamkan khamar (minuman yang memabukkan). Dan dikehendaki oleh
tertariknya manusia kepada khamar, untuk bersangatan mencegahkannya.
Sehingga berkesudahanlah perintah sebagai langkah permulaan, kepada
memecahkan bejana tempat pembuatan khamar. Maka diharamkan bersama
khamar, apa-apa yang menjadi syi'ar (simbul) bagi peminum, yaitu : gitar
dan serunai saja. Dan pengharamannya adalah dari segi mengikutkan (1)
Sebagaimana diharamkan sendirian (khilwah) dengan wanita ajnabiyah
(wanita asing, bukan keluarga yang haram dikawini). Karena itu adalah
pendahuluan bagi bersetubuh. Dan diharamkan memandang kepada paha,
karena bersambungnya dengan bagian depan dan bagian belakang. Dan
diharamkan sedikit khamar, walaupun tidak memabukkan. Karena membawa
kepada mabuk. Dan tiadalah dari yang haram, melainkan mempunyai yang
diharamkan yang berkisar padanya. Dan hukum pengharamannya meratai
kepada semua yang diharamkan. Supaya menjadi penja- gaan dan
pemeliharaan bagi haram dan pencegahan yang mencegah di kelilingnya.
Sebagaimana Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. bersabda :
إن لكل ملك حمى وإن حمى الله محارمه
(Wa inna likulli malikin hima n wa inna himallaahi mahaarimuh).
Artinya : "Sesungguhnya tiap-tiap raja itu mempunyai pertahanan dan pertahanan Allah ialah, segala yang diharamkan-Nya".
Maka permainan yang menjadi simbul peminum khamar itu pun diharamkan.
Karena mengikuti pengharaman khamar, disebabkan tiga alasan :
Pertama :
bahwa permainan-permainan itu, membawa kepada meminum khamar.-Karena
kelezatan yang diperoleh dengan yang demikian, menjadi sempurna dengan
khamar. Dan karena alasan yang seperti ini, maka diharamkan sedikit
khamar.
Kedua :
bahwa terhadap orang yang baru saja meminum khamar, mengingatkannya
tempat duduk bersenang-senang meminumnya. Maka permainan-permainan itu
menjadi sebab teringat. Dan teringat itu menjadi sebab membangkitnya
keinginan. Dan membangkitnya keinginan, apabila telah menjadi kuat,
adalah sebab tampil untuk minum.
(1) Maksudnya : mengikutkan kepada mengharamkan, karena alat permainan itu menjadi simbul para peminum. (Pent.).
|
595
|
Dan
karena alasan inilah, dilarang membuat buah anggur kering dalam bejana
bercat hitam, belanga berwarna hijau dan bejana yang terbuat dari batu
atau kayu yang dikorek(1) Itulah bejana-bejana yang sudah tertentu
bentuknya. Maka yang diartikan dengan ini ialah, bahwa dengan melihat
bentuknya saja akan mengingatkan kepada khamar.
Alasan
ini berbeda dengan alasan pertama. Karena tak ada padanya perkiraan
kelezatan pada ingatan. Karena, tak ada kelezatan pada melihat botol dan
bejana-bejana minuman. Tetapi dari segi memperoleh ingatan dengan
bejana-bejana itu.
Jikalau
mendengar nyanyian lalu mengingatkan minum, yang merindukan kepada
khamar pada orang yang menyukai demikian beserta minum, maka adalah
dilarang dari mendengar itu, karena ketentuan alasan ini padanya.
Ketiga :
kesepakatan padanya, manakala telah menjadi adat-kebi- asaan
orang-orang fasiq (orang suka berbuat dosa). Maka dilarang- lah
menyerupai dengan mereka itu. Karena barangsiapa menyeru- pai dengan
suatu golongan maka dia termasuk golongan itu. Dan dengan alasan inilah,
kami mengatakan : ditinggalkan sunnah manakala sunnah itu telah
menjadi syi'ar (simbul) bagi golongan bid'ah. Karena ditakuti menyerupai
dengan mereka itu. Dan dengan alasan inilah, diharamkan memukul kubah.
Yaitu : gendang panjang, kecil tengahnya, luas dua tepinya. Memukulnya
waktu itu adalah adat-kebiasaan orang-orang yang menyerupakan dirinya
seperti kaum wanita (mukhannats). Jikalau tak ada padanya penyerupaan,
niscaya menyerupailah dengan gendang orang naik hajji dan pergi
berperang.
(1) Hadits larangan tersebut, diriwayatkan Al-Bukhari dan Muslim dari Ibnu 'Abbas.
|
596
|
Dengan alasan inilah, kami mengatakan, bahwa jikalau berkumpullah suatu kumpulan orang, mereka menghiaskan suatu pertemuan dan mendatangkan perkakas-perkakas minuman dan gelas- gelasnya dan menuangkan ke dalamnya sakanjabin (semacam minuman yang diperbuat dari cuka dan madu) dan menentukan seorang pelayan yang mengelilingi mereka dan memberikannya minuman. Lalu mereka itu mengambil minuman dari pelayan tadi, meminum dan menghormati satu sama lain, dengan kata-kata yang dibiasakan diantara mereka, niscaya haramlah yang demikian kepada mereka. Walaupun yang diminum itu minuman yang diperbolehkan. Karena pada keadaan yang seperti ini, adalah penyerupaan dengan orang-orang yang berbuat kerusakan. Bahkan karena inilah, maka dilarang memakai qabba' (semacam pakaian yang terbuka di bagian depan) dan membiarkan rambut di kepala dengan qaza' (digunting sebagian dari kepala dan tidak digunting yang sebagian) pada negeri-negeri, di mana pemakaian qabba' termasuk pakaian orang-orang yang membuat kerusakan. (1) Dan tidak dilarang yang demikian, pada negeri-negeri di belakang sungai (2). Karena dibiasakan yang demikian, oleh orang baik-baik (orang-orang shalih) pada mereka.
Maka
dengan pengertian inilah, diharamkan serunai Irak dan gitar semuanya,
seperti : Hid (mandulin), marakcs, rebab, barbath dan lainnya.
Selain dari itu, tidaklah seperti alat-alat permainan tadi, seperti : alat permainan gembala, orang-orang naik hajji dan alat permainan tukang pemukul tambur dan seperti tambur, suling dan tiap-tiap alat permainan yang mendatangkan suara merdu yang bertimbangan, selain dari yang dibiasakan oleh tukang-tukang minum. Karena semuanya itu, tidak ada hubungannya dengan khamar. Tidak mengingatkan kepada khamar. Tidak merindukan kepada khamar. Dan tidak mengharuskan penyerupaan dengan tukang-tukang khamar. Maka tidaklah termasuk dalam pengertian khamar. Sehingga tinggallah di atas aslinya : diperbolehkan. Karena diperbanding- kan (di-qias-kan) kepada bunyi burung-burung dan lainnya. Bahkan aku berkata : mendengar gitar dari orang yang memainkannya tanpa timbangan yang sesuai, yang mengenakkan, adalah haram juga. Dan dengan ini, nyatalah bahwa tidak ada alasan pada mengharamkannya semata-mata kelezatan yang bagus. Tetapi menurut qias itu menghalalkan segala yang bagus. Kecuali ada pada penghalalannya itu kerusakan. Allah Ta'ala berfirman :
قُلْ مَنْ حَرَّمَ زِينَةَ اللَّهِ الَّتِي أَخْرَجَ لِعِبَادِهِ وَالطَّيِّبَاتِ مِنَ الرِّزْقِ
(Qul man harrama ziinatallaahil-latii akhraja li-'ibaadihi wath- thayyibaati minar-rizqi).Artinya :
"Katakan : Siapakah yang melarang (memakai) perhiasan Allah dan
(memakan) rezeqi yang baik yang diadakan-Nya untuk
hamba-hamba-Nya?(S-Al-A'raf, ayat 32).
(1) Dapat dipahami dari penjelasan ini, bahwa pengharaman itu dilihat kepada situasi dan kondisi orang dan tempat. (Pent.).
|
(2)
Yang dimaksud dengan di belakang (dibalik) sungai di sirii, yaitu : di
belakang (dibalik)sungai Jaihun, yaitu : negeri Azbak, yang terletak di
negeri Persia. (Pent.),.
|
597
|
Semua suara ini tiada diharamkan, dari segi suara-suara itu adalah suara-suara yang bertimbangan. Hanya diharamkan disebabkan suatu hal lain yang mendatang, sebagaimana akan diterangkan tentang hal-hal mendatang yang mengharamkan.
Derajat ketiga :
yang bertimbangan dan dapat dipahami. Yaitu : syair. Yang demikian
tidaklah keluar, selain dari kerongkongan manusia. Maka diyakini
pembolehan yang demikian. Karena tidak lebih, selain adanya itu
merupakan suatu yang dapat dipahami (mafhum). Dan perkataan yang dapat
dipahami, tidaklah haram. Dan suara yang baik, yang bertimbangan,
tidaklah haram. Maka apabila tidak diharamkan satu-satu, lalu dari
manakah diharamkan kesemuanya (yang berkumpul) itu?.
Benar,
mengenai yang dipahami itu diperhatikan. Kalau ada padanya sesuatu
yang terlarang, niscaya haramlah proza dan puisinya. Dan haramlah
mengucapkannya, baik dengan dilagukan atau tidak. Yang benar dalam hal
ini, ialah yang dikatakan Imam Asy-Syafi-'i ra. Karena beliau mengatakan
: "Syair itu perkataan. Maka yang baik adalah baik dan yang buruk
adalah buruk". Manakala boleh menyanyikan sya'ir tanpa suara yang merdu
dan lagu, niscaya bolehlah menyanyikannya dengan lagu. Karena kata- kata
tunggal yang diperbolehkan, apabila -terkumpul, tentu yang sudah
terkumpul itu diperbolehkan, Manakala bercampur yang diperbolehkan,
niscaya tidak haram. Kecuali yang terkumpul itu mengandung yang
dilarang, di mana larangan itu tidak ada pada kata-kata tunggalnya. Dan
di sini larangan itu tidak ada.
Bagaimana membantah dinyanyikan sya'ir, sedang dihadapan Rasulullah صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. sya'ir itu dinyanyikan? u). Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. bersabda :
إن من الشعر لحكمة
(Inna minasy-syi'-ri lahikmah). =
Artinya : "Sesungguhnya dari syair itu ada khikmah " (2)
'A-isyah ra. menyanyikan pantun :
Telah pergi mereka,
yang diperoleh penghidupan dalam asuhannya.
Dan tinggallah aku di belakang sebatang kara,
seperti kulit orang yang berkudis pada kulitnya.
(1) Dirawikan Al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah.
|
(2) Dirawikan Al-Bukhari dari 'Ubai bin Ka'ab.
|
598
|
Diriwayatkan pada Ash-Shahihain (Shahih Al-Bukhari dan Shahih Muslim), dari 'A-isyah ra., bahwa 'A-isyah ra. berkata : "Tatkala Rasulullah صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
datang di Madinah, lalu Abu Bakar ra. dan Bilal ra. bangkit demamnya.
Dan ada di Madinah waktu itu penyakit kolera. Maka aku bertanya : 'Wahai
ayahku! Bagaimanakah perasaan ayah sekarang? Dan wahai Bilal!
Bagaimanakah perasaanmu sekarang?'".
Maka Abu Bakar ra. berpantun apabila bangkit demamnya :
Semua manusia,
pagi-pagi berada dalam keluarganya.
Dan mati itu berada,
lebih dekat dari tali kasutnya.
Dan Bilal, ketika hilang demamnya, lalu mengeraskan suaranya dan berpantun :
Adakah tidak kiranya ingatanku,
adakah aku bermalam pada suatu malam,
di suatu lembah,
sedang di kelilingku,
rumput hijau dan rumput yang tidak panjang?.
Adakah pada suatu hari, aku mengambil air Mijannah (1)
Adakah terang bagiku, air Syammah dan Tufail?.
'A-isyah ra. mengatakan : "Lalu aku terangkan yang demikian, kepada Rasulullah صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
Maka beliau berdo'a : 'Ya Allah, Ya Tuhanku! Curahkanlah kecintaan
kami kepada Madinah, seperti kecintaan kami kepada Makkah atau lebih
dari itu!' ".
Adalah Rasulullah صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. mengangkat batu-merah kerjasama orang banyak pada pembangunan masjid Madinah. Dan beliau bermadah :
Beban ini tidaklah,
seperti beban perang Khaibar.
Tetapi lebih besar kebajikannya pada sisi Allah,
dan lebih suci (ath-har).
Pada kali yang lain, Rasulullah صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. bermadah pula :
Wahai Tuhanku!
Sesungguhnya hidup,
ialah hidup akhirat.
Maka anugerahilah rahmat,
kepada orang Anshar dan muhajirin!.
(1) Mijannah, suatu desa dekat Makkah.
|
599
|
Dan ini tersebut pada Ash-Shahihain (Shahih Al-Bukhari dan Shahih Muslim).
Adalah Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. meletakkan sebuah mimbar untuk Hassan bin Tsabit (seorang penya'ir ulung) dalam masjid, Hassan itu berdiri memuji Rasulullah صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. atau mempertahankannya. Dan Rasulullah صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. bersabda :
إن الله يؤيد حسان بروح القدس ما نافح أو فاخر عن رسول الله صلى الله عليه وسلم
(Innallaaha
yu-ayyidu hassaana biruuhil-qudusi maa naafaha au faakhara
'anrasuulillaahi shallallaahu-'alaihi wa sallam).Artinya : "Sesungguhnya
Allah menguatkan Hassan dengan Ruhul-Qudus, tentang apa yang
dipertahankannya atau yang dipujikannya, mengenai Rasulullah صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.(1)
Sewaktu An-Nabighah Al-Ja'dy melagukan sya'irnya, lalu Rasulullah صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. bersabda kepadanya :
لا يفضض الله فاك
(Laa yafdludlil-laahu faaka). Artinya : "Tidaklah kiranya mulutmu dipecahkan oleh Allah". (2) 'A-isyah ra, berkata : "Adalah para shahabat Rasulullah صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. nyanyi-bernyanyi beberapa kuntum sya'ir di sisi Rasulullah صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. Dan Rasulullah صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. tersenyum". (3)
Dari 'Amr bin Asy-Syuraid, dari ayahnya, di mana ayahnya itu menerangkan : "Aku telah menyanyikan di hadapan Rasulullah صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. seratus kuntum sya'ir, gubahan Ummiyah bin Abish-Shult. Semuanya disambut oleh Rasulullah صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. dengan : 'Lagi-lagi !'. هيه هيهKemudian Rasulullah صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. menyambung : 'Hampirlah Ummiyah itu dalam sya'irnya memeluk Agama Islam' (4)
Dari Anas ra. bahwa : "Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
dalam perjalanan, ada orang yang bernyanyi untuknya. Dan Anjusyah
bernyanyi pada rombongan wanita. Dan Al-Barra' bin Malik bernyanyi pada
rombongan pria. Lalu Rasululah صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. bersabda : 'Hai Anjusyah! Pelan- pelanlah engkau membawa wanita-wanita itu, yang ibarat kaca, mudah pecah". (5)
(1) Dirawikan Al-Bukhari, Abu Dawud, At-Tirmidzi dan Al-Hakim, bersambung dengan hadits dari 'A-isyah yang sebelumnya. '
|
(2) Dirawikan Al-Baghwi dan Ibnu Abdil-Bar, dengan isnad dla'if.
|
(3) Dirawikan At-Tirmidzi dari Jabir bin Samrah.
|
(4) Dirawikan Muslim dari 'Amr bin Asy-Syuraid.
|
(5).,. Sepakat Al-Bukhari dan Muslim atas hadits ini.
|
600
|
Dan selalu orang yang bernyanyi itu, di belakang unta menurut adat kebiasaan orang Arab pada masa Rasulullah صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
dan masa para shahabat ra. Dan tidak lain yang dilagukan selain dari
sya'ir-. sya'ir, yang dibawa dengan suara merdu dan lagu-lagu yang
bertimbangan. Dan tiada seorangpun dari para shahabat yang menantangnya.
Bahkan kadang-kadang mereka itu meminta yang demikian. Sekali untuk
menggerakkan unta itu berjalan cepat dan sekali untuk kesenangan. Maka
tidak boleh diharamkan, dari segi bahwa sya'ir itu perkataan yang
dipahami, yang disenangi, yang dibawa dengan suara merdu dan lagu yang
bertimbangan.
Darajat ke-empat : memperhatikan sya'ir itu dari segi menggerakkan hati dan membangunkan sesuatu yang mendesakkan kepada hati.Maka dalam hal ini, aku berkata : "Sesungguhnya Allah Ta'ala mempunyai rahasia dalam kesesuaian lagu-lagu yang bertimbangan itu bagi jiwa. Sehingga membawa bekas kepada jiwa yang amat mena'jubkan!'.
Sebahagian dari suara-suara itu, menggembirakan.
Sebahagian menyedihkan.
Sebahagian menidurkan.
Sebahagian menertawakan dan mengasyikkan.
Dan
sebahagian, apa yang keluar dari anggota badan, adalah gerakan-gerakan
menurut timbangannya, dengan tangan, kaki dan kepala. Dan tiada
seyogialah disangka, bahwa yang demikian itu untuk memahami arti sya'ir.
Tetapi ini berlaku pada tali-tali gambus. Sehingga ada yang mengatakan,
bahwa: orang yang tidak digerakkan oleh kecantikan musim bunga dan
kembang-kembangnya, oleh gambus dan tali-talinya, adalah orang yang
rusak susunan tubuhnya^ang tidak dapat diobati. Bagaimanakah yang
deinikian itu untuk memahami artinya, sedang bekasnya kelihatan pada
bayi di dalam buaian? Suara yang merdu, sesungguhnya mendiamkan bayi itu
dari menangis. Membawa ia dari menangis, kepada mendengar suara yang
merdu itu. Dan unta serta sifatnya yang dungu, terpengaruh dengan
nyanyian pemba- wanya, meringankannya dari pikulan yang berat.
Memendekkan- nya dari perjalanan yang jauh, karena sangat gembiranya
mendengar nyanyian-nyanyian itu. Membangkitkan kegembiraan ketaraf yang
memabukkan dan melalaikannya. Kita dapat menyaksikan, ketika telah
jauhlah lembah yang dilampaui dan telah dirasakan letih dan jemu, dengan
beban dan pikulan, lalu apabila unta-unta itu mendengar panggilan
pembawanya dengan gema nyanyian, maka tegaklah lehernya, mendengar
nyanyian itu dengan tegak daun telinganya. Dan cepatlah ia berjalan,
sehingga bergoyanglah beban dan pikulannya. Kadang-kadang membinasakan
dirinya karena cepatnya berjalan dan beratnya pikulan. Sedang unta-unta
itu. tidak merasa, karena rajinnya.
601
|
Abu Bakar Muhammad bin Daud Ad-Dainuri,yang terkenal dengan panggilan Ar-Ruqy ra. bercerita : "Aku berada pada suatu desa. Lalu aku mendatangi suatu kabilah Arab. Maka aku menjadi teta- mu salah seorang dari mereka. Dimasukkannya aku ke dalam pondoknya. Maka aku melihat dalam pondok itu, seorang budak hitam yang di-ikat dengan seutas tali. Dan aku melihat beberapa ekor unta telah mati di halaman rumah itu. Dan yang tinggal hanya seekor unta saja dalam keadaan kurus kering dan lesu. Seakan-akan nyawanya akan dicabut. Lalu budak itu berkata kepadaku : "Tuan adalah tamu. Tuan berhak memberi syafa'at (memberi pertolongan) untukku pada tuanku. Karena tuanku amat memuliakan tetamunya. Maka tidak akan ditolaknya syafa'at tuan dalam hal yang seperti ini. Mudah-mudahan ia melepaskan ikatan daripadaku!". Abu Bakar meneruskan ceriteranya : "Ketika mereka itu menghi- dangkan makanan, maka aku menolak dan berkata : 'Aku tidak akan makan, sebelum memberi pertolongan kepada budak ini".
Tuan
rumah menjawab : "Budak ini telah mendatangkan kemiskinan kepadaku. Dia
telah membinasakan semua hartaku", Lalu aku bertanya : "Apakah yang
telah diperbuatnya?". Tuan rumah menjawab : "Dia mempunyai suara merdu
dan aku hidup dari hasil punggung unta-unta ini. Dia pikulkan pada unta-
unta ini beban yang berat dan dia bernyanyi di belakang unta-unta ini.
Sehingga unta-unta ini melakukan perjalanan tiga hari dalam satu malam
saja, dari karena bagus lagu nyanyiannya. Ketika semua beban unta itu
diturunkan, maka matilah semuanya. Kecuali seekor ini. Tetapi berhubung
tuan tamuku, maka demi kemu- liaanmu, aku berikan budak ini untukmu".
Maka Abu Bakar menjawab : "Aku ingin mendengar suaranya". Setengah pagi
hari, tuan rumah itu menyuruh budak tersebut bernyanyi di belakang
unta, yang mengambil air di situ dari sebuah sumur. Tatkala budak itu
mengeraskan suara nyanyiannya, ber- larianlah unta itu dan putuslah
tali-talinya. Dan aku jatuh tersung- kur ke bumi. Aku tiada menyangka
sekali-kali akan mendengar suara yang semerdu itu".
602
|
Jadi,
membekasnya pendengaran nyanyian pada hati, dapat dirasa- kan. Dan
orang yang tidak digerakkan oleh pendengaran itu, adalah orang yang
kekurangan, yang miring dari normal (abnormal), jauh dari kejiwaan,
bertambah kekasaran dan ketebalan karakter (tabi'at), dibandingkan dari
unta dan burung. Bahkan dari semua binatang. Karena semua binatang itu
terpengaruh dengan lagu-lagu yang berirama.
Dan
karena itulah, maka burung-burung berdiri di atas kepala Nabi Naud as.,
karena mendengar suaranya. Dan manakala yang menjadi perhatian pada
mendengarkan nyanyian itu, diukur dengan membekasnya pada hati, niscaya
tiada boleh dihukum secara mutlak dengan mubah dan haram. Tetapi
berbeda yang demikian, menurut keadaan, orang dan berlainan cara
nyanyian-nyanyian itu. Maka hukumnya adalah hukum sesuatu yang di dalam
hati.
Abu Sulaiman berkata :
"Mendengar nyanyian itu tidak membuat di dalam hati apa yang tidak ada
di dalamnya. Tetapi menggerak- kan apa yang ada di dalam hati".
Menyanyikan
kalimat-kalimat yang bersajak, yang bertimbangan itu, dibiasakan pada
beberapa tempat, karena maksud-maksud tertentu, yang terikat
bekas-bekasnya di dalam hati. Yaitu tujuh tempat;-
Pertama :
nyanyian orang-orang hajji. Pertama-tama mereka itu berjalan keliling
kampung dengan membawa tambur, rebab dan nyanyian.Yang demikian itu
mubah (diperbolehkan). Karena merupakan sya'ir-sya'ir yang disusun
tentang menyifatkan Ka'bah, Maqam Ibrahim, Hathim, Sumur Zam-zam dan
tempat-tempat syi'ar Agama yang lain dan menyifatkan desa dan lainnya.
Bekas yang demikian itu, membangkitkan kerinduan untuk mengerjakan
hajji ke Baitullah. Dan mengobar-ngobarkan api semangatnya, jikalau ada
di situ kerinduan yang berhasil. Atau membangkitkan dan menarikkan
kerinduan, manakala kerinduan itu belum berhasil.Apabila ibadah hajji
itu mendekatkan diri kepada Allah Ta'ala dan rindu kepada hajji itu
terpuji, niscaya membuat kerinduan kepada hajji dengan segala cara yang
merindukan adalah terpuji. Dan sebagaimana diperbolehkan bagi juru
nasehat (wa'idh) menyusun perkataannya dalam memberi nasehat,
menghiasinya dengan sajak dan merindukan manusia kepada hajji dengan
menyifatkan Baitullah dan tempat-tempat syi'ar agama lainnya dan
menyifatkan pahala dengan mengerjakan hajji itu, niscaya bolehlah yang
demikian bagi yang lain dari hajji, dengan penyusunan sya'ir.
603
|
Sesungguhnya
irama apabila ditambahkan kepada sajak, niscaya kata-kata itu lebih
lagi jatuh ke dalam hati. Maka apabila ditambahkan kepadanya suara yang
merdu dan nyanyian ykng bertimbangan, niscaya bertambahlah jatuhnya
dalam hati. Jikalau ditambahkan lagi kepadanya tambur, rebab dan
gerakan-gerakan yang lebih menjatuhkan ke dalam hati, niscaya
bertambahlah membekasnya.
Semua
itu dibolehkan (jaiz), selama tidak turut di dalamnya seruling dan
rebab, yang jnenjadi simbul dari orang-orang jahat. Ya, jikalau
dimaksudkan dengan nyanyian itu, untuk menarik orang yang tidak
diperbolehkan pergi hajji, seperti orang yang telah digugurkan fardlu
hajji dari dirinya dan tidak di-izinkan oleh ibu-bapanya pergi hajji,
maka orang tersebut haramlah pergi mengerjakan hajji. Maka haramlah
menariknya kepada hajji dengan mendengar nyanyian dan semua perkataan
yang menarik hatinya kepada pergi hajji. Karena menarik kepada yang
haram adalah haram.
Begitu
pula jikalau jalan tidak aman dan sering mendapat kecela- kaan. Maka
tidak boleh menggerakkan dan mengobatkan hati itu dengan menariknya
kepada hajji.
Kedua :
apa yang dibiasakan oleh pemimpin-pemimpin peperangan untuk
membangkitkan semangat manusia kepada perang. Itu juga diperbolehkan,
sebagaimana bagi orang hajji. Tetapi seyogialah berbeda sya'ir dan cara
nyanyian mereka, dari sya'ir dan caranya nyanyian orang hajji. Karena
pembangkitan semangat yang me- 'ipanggil kepada perang, dengan
pemberanian, penggerakan kasar hati dan marah pada peperangan itu kepada
orang-orang kafir yang diperangi dan membaikkan keberanian, merasa
ringan memberi nyawa dan harta kepada peperangan, dengan menambahkan
kepadanya, dengan sya'ir-sya'ir yang memberanikan hati. Umpamanya kata
Al-Mutanabbi dalam madahnya :
Kalau engkau tidak mati,
di bawah kilatan pedang dengan kemuliaan,
niscaya engkau akan mati, menderita kehinaan,
tanpa kemuliaan.
Dan katanya lagi :
Orang penakut memandang, bahwa sifat penakut itu hati-hati. Itu adalah tipuan, dari sifat yang buruk sekali.
604
|
Contoh-contoh yang seperti itu dan jalan-jalan irama yang membangkitkan keberanian, adalah berlainan dari cara-cara yang menarik kepada kerinduan hati.
Ini
juga diperbolehkan pada waktu diperbolehkan peperangan. Dan disunatkan
pada waktu disunatkan peperangan. Tetapi terha- dap orang yang
diperbolehkan keluar ke medan perang. Ketiga : pantun-pantun yang
diucapkan oleh orang-orang yang berani, waktu bertemu dengan musuh.
Maksudnya, ialah menimbulkan keberanian bagi diri sendiri dan bagi
teman-teman seper- juangan. Dan menggerakkan kesungguhan mereka untuk
berperang. Pada pantun itu mengandung pujian kepada keberanian dan pada
memberikan bantuan kepada teman. Yang demikian itu apabila diucapkan
dengan kata-kata yang lemah-lembut dan suara yang merdu, niscaya lebih
mendalam jatuhnya ke dalam jiwa. Yang demikian itu diperbolehkan pada
semua peperangan yang diperbolehkan. Dan disunatkan pada semua
peperangan yang disunatkan. Dan dilarang pada peperangan antara kaum
muslimin dan orang dzimmi (orang kafir yang berada dalam perlindungan
kaum muslimin) dan pada semua peperangan yang dilarang. Karena
menggerakkan hal-hal yang membawa kepada terlarang, adalah terlarang.
Yang
demikian itu, adalah dinukilkan dari para shahabat yang berani, seperti
'Ali ra., Khalid ra. dan lain-lain. Karena itulah kami katakan :
"Seyogialah dilarang memukul rebab pada asrama tentara yang berperang.
Karena bunyinya halus menyedihkan, melepaskan ikatan keberanian,
melemahkan kekerasan jiwa, merindukan kepada keluarga dan kampung
halaman, mempusakakan kelunturan pada peperangan. Demikian juga
bunyi-bunyian yang lain dan nyanyian nyanyian yang melembutkan hati.
Maka
nyanyian-nyanyian yang melembutkan dan yang menyedihkan hati,
berlainan dari nyanyian-nyanyian yang menggerakkan semangat dan
memberanikan hati. Orang yang berbuat demikian dengan maksud mengobahkan
hati dan melumpuhkan pikiran dari peperangan yang wajib, adalah
berdosa. Dan orang yang berbuat demikian dengan maksud melumpuhkan
pikiran dari peperangan yang dilarang, adalah menjadi orang yang tha'at
(beroleh pahala) dengan demikian.
605
|
Ke-empat :
suara dan nyanyian ratapan, membekasnya pada pembangkitan kesedihan,
tangisan dan selalu berduka-cita. Kesedihan itu dua macam : terpuji dan
tercela.
Yang terpuji, seperti, kesedihan kepada yang telah hilang. Allah Ta’ala Berfirman
لِكَيْلا تَأْسَوْا عَلَى مَا فَاتَكُمْ
(Likailaa ta'-sau 'alaa maa faatakum).Artinya : "Supaya kamu jangan berduka-cita terhadap apa yang lepas dari tanganmu (S. Al-Hadid, ayat 23).
Kesedihan terhadap orang yang telah mininggal, termasuk golongan ini.
Maka sesungguhnya itu marah kepada qadla* (hukum) Allah Ta'ala. Dan
merasa kesal terhadap apa yang tiada diperolehnya lagi. Manakala
kesedihan ini tercela, maka menggerakkannya dengan ratapan adalah
tercela. Karena itulah datang larangan yang tegas tentang ratapan; (1)
Adapun
kesedihan yang terpuji, ialah kesedihan seseorang terhadap
keteleclorannya dalam urusan Agamanya. Dan tangisnya terhadap segala
kesalahan, tangis dan tangis-menangisi, sedih dan sedih- menyedihi di
atas yang demikian, adalah terpuji. Di atas yang demikianlah, tangisan
Nabi Adam as. Menggerakkan dan menguatkan kesedihan ini adalah terpuji.
Karena membangkitkan untuk terus-menerus memperoleh apa yang telah
hilang. Dan karena itulah, ratapan Nabi Daud as. terpuji. Karena adanya
yang demikian serta berkekalan kesedihan dan lamanya tangisan,
disebabkan kesalahan dan dosa.
Adalah Nabi Daud as.
menangis dan membuat menangisnya orang lain. Ia sedih dan membuat
sedihnya orang lain. Sehingga janazah- janazah itu diangkat dari majelis
ratapannya. Ia berbuat demikian dengan kata-kata dan
nyanyian-nyanyiannya. Yang demikian itu terpuji. Karena yang membawa
kepada terpuji, adalah terpuji. Dan di atas dasar inilah, tidak
diharamkan kepada juru nasehat (muballigh) yang merdu suaranya, menyanyi
di atas mimbar (podium) dengan menyanyikan sya'ir-sya'ir yang menye-
dihkan, yang melembutkan hati. Dan tidak haram menangis dan
tangis-menangisi supaya sampai dengan yang demikian, kepada membuat
orang lain menangis dan membangkitkan kesedihannya. Kelima : mendengar
nyanyian pada waktu-waktu gembira, untuk memperkuatkan dan
mengobar-ngobarkan kegembiraan. Dan itu adalah mubah, jikalau
kegembiraan itu mubah. Seperti menyanyi pada hari-hari lebaran, pada
perkawinan, pada waktu kedatangan
1.Dirawikan Al-Bukhari dan Muslim dari Ummu 'Athiyyah.
|
606
|
orang yang berpergian jauh (orang musafir), pada waktu pesta perkawinan, 'aqiqah (menyembelih kambing 'aqiqah sesudah be- berapa waktu dari kelahiran anak), ketika lahir anak, ketika peng- khitanan dan ketika anak itu telah menghapal Al-Qur-an Mulia, Semua itu mubah, untuk melahirkan kegembiraan. Dan dasar pembolehannya, ialah bahwa sebahagian dari nyanyian itu adalah mem- bangkitkan kesenangan, kegembiraan dan kesukaan. Maka semua yang membolehkan kegembiraan, niscaya bolehlah membangkit- kan kegembiraan padanya.
Dan
untuk ini dibuktikan dari naqal oleh nyanyian para wanita di atas rumah
di Madinah, dengan rebana dan nyanyian, ketika datang Rasulullah صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ., Yaitu
ما دعا لله داعوجب الشكر علينا طلع البدر علينا من ثنيات الوداع
(أخرجه البيهقي في دلائل النبوة )
(Thala- 'al-badru-'alainaa min thaniyyaatil- w ad aa-'i wajabasy-syuk- ru-'alainaa maa daa-'alil-Iaahi daa-'i).Artinya :
"Telah terbit purnama raja kepada kita, dari bukit Tsaniyya til - Wada'
di Makkah, wajiblah bersyukur, diatas pundak kita, apa yang diserukan
oleh Penyeru kepada Allah ".(1 Dirawikan Al-Bukhari dan Muslim dari 'A-isyah) Ini adalah melahirkan kegembiraan karena kedatangan Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. Dan itu adalah kegembiraan yang terpuji. Maka melahirkannya dengan sya'ir, nyanyian, tarian dan gerakan-gerakan juga terpuji.
Telah
dinukilkan dari segolongan shahabat ra., bahwa mereka itu menari pada
suatu kegembiraan yang diperoleh mereka, sebagaimana akan diterangkan
nanti mengenai hukum menari. Dan adalah diperbolehkan pada wakiu
kedatangan tiap-tiap orang yang datang, yang diperbolehkan bergembira
dengan kedatangannya. Dan pada semua sebab kesenangan yang
diperbolehkan. Dan untuk ini berdalilkan apa yang dirawikan pada Shahih
Al- Bukhari dan Shahih Muslim (Ash-Shahihain) dari 'A-isyah ra., bahwa
'A-isyah berkata : "Sesungguhnya aku melihat Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. menutupkan aku dengan selendangnya dan aku melihat orang Habsyi bermain, dalam masjid. Sehingga akulah yang menjemukan Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.".
(1) Dirawikan Al-Bukhari dan Muslim dari 'A-isyah.
|
(2) Dirawikan Al-Bukhari dan Muslim dari 'A-isyah.
|
607
|
Maka
taksirlah akan keadaan wanita yang masih muda yang suka kepada
permainan (tetapi ia sudah bosan), adalah menunjukkan kepada lamanya
berdiri melihat permainan itu.
Dirawikan
Al-Bukhari dan juga Muslim dalam Kitab Shahih keduanya, hadits 'Uqail,
dari Az-Zuhri, dari 'Arwah, dari 'A-isyah ra. : "Bahwa Abu Bakar ra.
masuk ke rumah 'A-isyah. Dan di samping- nya dua budak wanita pada
hari-hari Mina (masih berada di Mina pada waktu hajji). Kedua budak tadi
memukul genderang dan Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. menutupkan mukanya. Lalu kedua orang budak wanita itu, dibentak oleh Abu Bakar ra. Maka Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. membuka mukanya, seraya bersabda :
دعهما يا أبا بكر فإنها أيام عيد
(Da'-humaa yaa abaa-bakrin fa-innahaa ayyaamu 'iid).
Artinya : "Biarkanlah keduanya bermain, wahai Abu Bakar, karena sekarang hari lebaran". (1)
'A-isyah ra. berkata : "Aku melihat Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
menutupkan aku dengan selendangnya. Aku melihat orang-orang Habsyi,
mereka itu bermain dalam masjid. Lalu mereka dibentak oleh 'Umar ra.
Maka Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. bersabda : "Kami jamin keamanan, wahai Bani Arfadah", yakni keamanan dari gangguan. (2)
Dari hadits 'Amir bin Al-Hars, dari Ibni Syihab seperti hadits itu juga.
Dan pada hadits ini, kedua budak di atas menyanyi dan memukul rebana.
Dan pada hadits Abi Thahir, dari Ibni Wahab, riwayat 'A-isyah itu berbunyi : "Demi Allah! Sesungguhnya aku melihat Rasulullah صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ., berdiri pada pintu kamarku. Dan orang- orang Habsyi itu bermain tombak dalam masjid Rasulullah صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. Dan Rasulullah صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. menutupkan aku dengan kainnya atau dengan selendangnya. Supaya aku melihat permainan mereka itu. Kemudian Rasulullah صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. berdiri dari karenaku, sehingga aku berpindah dari tempat itu". (3)
Diriwayatkan dari 'A-isyah ra., di mana beliau berkata : "Aku bermain dengan anak-anak perempuan di sisi Rasulullah صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. 'A-isyah ra. meneruskan ceriteranya :Dan telah datang kepadaku teman-temanku wanita. Mereka itu malu kepada Rasulullah صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. Dan Rasulullah صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. gembira karena datangnya mereka kepadaku. Lalu mereka bermain-main bersama aku'" .
1.Dirawikan Al-Bukhari dan Muslim dari 'A-isyah.
|
2.Dirawikan Muslim dari Abu Hurairah juga, dengan kata-kata yang searti dengan itu.
|
3.Dirawikan Muslim juga.
|
608
|
Pada suatu riwayat, Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. pada suatu hari bertanya kepada 'A-isyah ra. :
Apakah ini?".
'A-isyah ra. menjawab : "Anak-anak perempuanku!".
Rasulullah صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. bertanya lagi : "Apakah ini yang aku lihat di tengah-tengah mereka?".
'A-isyah ra. menjawab : "K u d a".
Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. bertanya pula : "Apakah ini yang di atasnya?".
'A-isyah ra. menjawab : "Dua sayap".
Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. bersabda : "Kuda mempunyai dua sayap
'A-isyah
ra. menyambung : "Apakah tiada engkau mendengar, bahwa Nabi Sulaiman
bin Daud as. mempunyai kuda yang mempunyai beberapa sayap?".
'A-isyah ra. menerangkan : "Lalu Rasulullah صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. tertawa, sehingga tampak gigi depannya". (1)
Hadits
ini menurut kami maksudnya dibawakan kepada kebiasaan anak-anak,
membuat bentuk sesuatu dari tanah liat'dan kertas, tanpa sempurna
bentuknya. Berdalilkan apa yang dirawikan pada setengah riwayat, bahwa
kuda tersebut mempunyai dua sayap dari kertas,'A-isyah ra. berkata :
"Rasulullah صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. masuk ke tempatku dan bersamaku dua budak wanita menyanyikan nyanyian Bu’ats (nama suatu tempat di Madinah). Lalu Rasulullah صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
merebahkan badannya di tempat tidur dan memalingkan mukanya dari kedua
wanita itu. Maka masuklah Abu Bakar ra., lalu membentakkan aku, seraya
berkata.: 'Seruling sethan di sisi Rasulullah صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.'. Maka Rasulullah صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. memandang kepada Abu Bakar dan bersabda-: Biarkanlah keduanya itu!
Tatkala Abu Bakar ra.'tidak memperhatikan lagi, lalu aku isyaratkan
dengan mata, maka kedua orang budak wanita itupun keluarlah'. (2)
Pada Hari Raya, orang hitam (Habsyi) itu bermain dengan perisai dan lembing. Adakalanya, aku bertanya kepada Rasulullah صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. dan adakalanya, beliau bersabda : "Kalau suka, lihatlah!". Lalu aku menjawab : "Ya!".
Lalu Rasulullah صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
menyuruh aku berdiri di belakangnya dan pipiku atas pipinya. Dan beliau
bersabda kepada orang hitam itu : "Ambillah bahagianmu untuk bermain,
hai Bani Arfadah". Sehingga apabila aku bosan, Rasulullah صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. bertanya : "Sudah cukup?".
Aku menjawab : "Ya!".
(1) Dirawikan Al-Bukhari dan Muslim dari 'A-isyah.
|
(2) Dirawikan Al-Bukhari dan Muslim dari 'A-isyah.
|
609
|
Lalu Rasulullah صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. bersabda : "Kalau begitu pergilah!".
Pada
Shahih Muslim tersebut (ceritera 'A-isyah ra. tadi) : "Maka aku
letakkan kepalaku atas bahunya, lalu aku melihat permainan mereka itu,
sehingga aku pergi dari tempat itu".
Hadits-hadits
ini semuanya, tersebut pada Ash-Shahihairi (Shahih Al-Bukhari dan
Shahih Muslim). Yaitu suatu nash (dalil) yang tegas, bahwa nyanyian dan
permainan tidak haram. Dan pada hadits-hadits tersebut menunjukkan
kepada berbagai macam ke ringanan :
Pertama : permainan. Dan tidaklah tersembunyi kebiasaan orang Habsyi mengenai tarian dan permainan.
Kedua : berbuat demikian dalam masjid.
Ketiga : sabda Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
: "Ambillah bahagianmu untuk bermain, hai Bani Arfadah". Ini adalah
suruhan dan tuntutan untuk bermain. Maka bagaimanakah dinilai permainan
itu haram?.
Ke-empat : larangan Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
kepada Abu Bakar ra. dan 'Umar ra. dari menantang dan merobah dan
diberinya alasan dengan hari lebaran, artinya : waktu kegembiraan. Dan
permainan ini adalah sebagian dari sebab-sebab kegembiraan.
Kelima :
lamanya berdiri menyaksikan dan mendengar permainan itu, karena
persetujuan 'A-isyah ra. Pada peristiwa ini menunjukkan bahwa kebagusan
budi pada membaguskan jiwa kaum wanita dan anak-anak dengan menyaksikan
permainan, adalah lebih baik daripada kekasaran pencegahan dan
keburukan keadaan pada ke-engganan-dan pelarangan daripadanya.
Ke-enam : sabdanya Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
pada mulanya kepada 'A-isyah ra. : "Adakah engkau suka menyaksikannya.
Dan tidaklah itu memerlukan kepada pertolongan keluarga, karena ditakuti
dari kemarahan atau ketegangan. Karena tuntutan apabila telah terlan-
jur, kadang-kadang penolakannya menjadi sebab ketegangan. Dan itu
hendaklah dijaga. Maka didahulukanlah penjagaan atas penjagaan.
Adapun mulanya ditanya, maka tidaklah diperlukan.
Ketujuh :
pembolehan menyanyi dan memikul rebab dari kedua budak wanita itu,
serta yang demikian dapat diserupakan dengan seruling sethan. Dan
padanya penjelasan bahwa seruling yang diharamkan bukanlah yang
demikian.
Kedelapan ; bahwa Rasulullah صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
telah diketuk pendengarannya oleh suara dua budak wanita itu. Dan
beliau berbaring di tempat tidur. Dan jikalau ada dipukul rebab pada
suatu tempat, niscaya tidak diperbolehkan duduk. Kemudian di situ bunyi
rebab itu mengetuk pendengaran beliau.
610
|
Maka
ini menunjukkan bahwa suara wanita tidaklah diharamkan mendengarnya,
sebagaimana haramnya mendengar bunyi seruling. Tetapi diharamkan ketika
dikuatirkan timbulnya fitnah.
Segala
qias (analogi) dan dalil-dalil tadi, menunjukkan kepada pembolehan
menyanyi, menari, memukul genderang, bermain perisai dan lembing dan
melihat tarian orang Habsyi dan orang hitam pada waktu-waktu
kegembiraah, diqiaskan (di-analogi-kan) kepada hari lebaran. Karena hari
lebaran itu adalah hari kegembiraan.
Dan
yang searti dengan hari lebaran, ialah : hari perkawinan, hari pesta
kawin (walimah), 'aqiqah,. pengkhitanan, hari kedatangan dari perjalanan
jauh (musafir) dan sebab-sebab kegembiraan yang lain. Yaitu : semua
yang diperbolehkan kegembiraan pada Agama. Dan boleh bergembira dengan
mengunjungi teman-teman, menjumpai dan berkumpul dengan mereka pada
suatu tempat, untuk makan-makan atau bercakap-cakap. Maka itupun tempat
dugaan boleh mendengarnya juga.
Ke-enam
; (1) pendengaran orang yang asyik bercinta untuk menggerakkan
kerinduan, mengobar-ngobarkan kecintaan dan menyenangkan jiwa. Jikalau
mendengar nyanyian itu dengan menyaksi- kan yang dirindui, maka
maksudnya menguatkan kesenangan. Jikalau mendengarnya sedang'berpisah
dengan yang dirindui, maka maksudnya mengobar-ngobarkan kerinduan dan
lagi kerinduan. Walaupun itu suatu kepedihan, tetapi pada mendengarnya
itu, adalah semacam kesenangan, apabila ditambahkan pada pendengaran
itu akan harapan bersambung kembali. Karena harapan itu kesenangan. Dan
putus-asa dari bertemu kembali itu memedihkan hati. Kuatnya kesenangan
harapan adalah menurut kuatnya kerinduan dan kecintaan kepada yang
diharapkan itu. Maka pada mendengar itu, mengobar-ngobarkan kecintaan
dan menggerakkan kerinduan. Dan menghasilkan kesenangan harapan yang
dikhayalkan pada perhubungan, serta berpanjangan kata, pada penyifatan
kecantikan yang dicintai;Dan ini halal, jikalau yang dirindukan itu
termasuk orahg yang diperbolehkan berhubungan. Seperti orang merindui
isterinya atau budak wanitanya. Maka didengarinya nyanyian wanita itu
untuk bertambah-tambahnya kesenangan pada perjumpaan nantinya.
(1) Ke-enam ini : adalah sambungan dari Kelima, halaman 364. (Pent.).
|
611
|
Lalu
berbahagialah mata dengan melihat dan teliriga dengan mendengar. Dan
dipahami oleh hati, yang halus-halus dari arti berjumpa dan berpisah.
Maka ikut-mengikutilah sebab-sebab kesenangan itu.
Inilah
macam-macam kesedapan sebagian dari jumlah yang diperbolehkan drdunia
ini dan harta-bendanya. Dan tidaklah kehidupan duniawi itu, selain dari
kelengahan dan permainan. Dan yang tersebut tadi adalah sebahagian
daripadanya.
Demikian
juga, jikalau budak wanita itu marah kepadanya atau terhalang
diantaranya dan budak wanita itu,disebabkan oleh suatu sebab, maka
bolehlah ia menggerakkan kerinduannya dengan mendengar nyanyian budak
itu. Dan mengobarkan kelezatan harapan bersambung kembali dengan
pendengaran tadi. Jikalau budak wanita itu telah dijualnya atau
isterinya itu telah diceraikannya, maka haramlah yang demikian baginya
sesudah itu. Karena tidak boleh menggerakkan kerinduan, di mana tidak
diperbolehkan pelaksanaannya dengan menyambung dan bertemu. Adapun
orang yang tergambar pada hatinya gambar seorang anak laki-laki atau
seorang wanita, yang tidak halal bagi orang itu me- mandangnya dan ia
menempatkan apa yang didengarnya pada apa yang tergambar pada hatinya,
maka itu haram. Karena, itu menggerakkan pikiran pada perbuatan yang
terlarang. Dan mengobarkan pendorong kepada yang tidak diperbolehkan
sampai kepadanya.
Dan
kebanyakan orang yang asyik dengan percintaan dan pemuda- pemuda yang
berotak lemah pada waktu nafsu-syahwatnya berge lora, senantiasalah
mereka menyembunyikan sesuatu dari yang demikian. Dan itu adalah
terlarang bagi mereka. Karena padanya penyakit yang tersembunyi. Bukan
karena sesuatu yang terdapat pada pendengaran itu sendiri. Dan karena
itulah seorang ahli- hikmah ditanyakan tentang kerinduan (percintaan).
Lalu menjawab : "Percintaan itu asap yang naik ke otak manusia, yang
dihi langkan oleh bersetubuh (jima') dan dikobar-kobarkan oleh
pendengaran".
612
|
Ketujuh . pendengaran orang yang mencintai Allah, asyik dan rindu bertemu dengan Dia. Maka orang itu tiada memandang kepada sesuatu, melainkan melihat Allah Subhanahu wa Ta'ala padanya. Tiada sesuatu yang mengetuk pendengarannya, melainkan mendengar Allah Ta'ala dari padanya atau padanya. Maka pendengaran orang itu adalah mengobar-ngobarkan kerinduannya, menguatkan ke-asyik-an dan kecintaannya. Menggoncangkan hulu hatinya dan mengeluarkan berbagai hal yang terbuka dan halus lerabut, yang tidak dapat disifatkan dengan kata-kata. Hanya diketahui oleh orang yang dapat merasakannya. Dan dibantah oleh orang yang tumpul perasaannya daripada merasakannya. Semua hal tadi dinamakan menurut istilah kaum shufi :- wajda, diambil dari kata-kata : wujud (1) dan mushadafah, artinya : menjumpai dari dirinya hal-hal yang tidak dijumpainya sebelum mendengar. Kemudian, hal-hal itu menjadi sebab yang menghasilkan hal-hal yang mengiringi dan mengikutinya. Yang membakarkan hati dengan apinya dan membersihkan hati dari segala kotoran. Sebagaimana api membersihkan mutiara yang diletakkan padanya, dari kotoran. Kemudian, kebersihan yang diperoleh itu, di-iringi oleh menampaknya nur yang gemilang dan membukanya rahasia yang terpendam.
Dan
itu adalah tujuan (ghayah) dari semua yang menjadi tuntutan bagi
orang-orang yang mencintai Allah 'Azza wa Jalla. Dan kesudahan (nihayah)
dari buah semua amalan,mendekatkan dirikepada-Nya. Maka yang membawa
kepada pendekatan diri itu, termasuk dalam jumlah mendekatkan diri.
Tidak dalam jumlah perbuatan ma'shiat dan perbuatan mubah.
Hasilnya
segala hal ini bagi hati dengan mendengar. Sebabnya itu suatu rahasia
(sirr) Allah Ta'ala pada kesesuaian nyanyian-nyanyian yang berirama bagi
jiwa. Penyerahan jiwa bagi nyanyian itu dan membekasnya karena
kerinduan, kegembiraan, kesedihan, kela- pangan dan kesempitan. Dan
mengenal sebab pada pembekasan jiwa dengan bunyi-bunyian itu, adalah
termasuk sebahagian yang terhalus dari : Ilmu Mukasyafah.
Orang
Jahil yang membeku, yang berhati kesat, yang tidak mem peroleh
kelezatan pendengaran itu, merasa heran dari kelezatan dan berkesannya
di hati seorang pendengar, kegoncangan keadaan dan perobahan warnanya.
"Sebagaimana herannya hewan dari lazat-cita rasanya roti yang enak.
Herannya orang 'anin (impoten) dari lezatnya bersetubuh. Herannya anak
kecil dari enaknya menjadi kepala dan luasnya sebab-sebab untuk
memperoleh kemegahan. Dan herannya orang bodoh (orang jahil) dari
lezatnya mengenal Allah Ta'ala, mengenal keagungan dan kebesaran-Nya
dan keajaiban-keajalban makhluq-Nya.
(1) Menurut kaum shufi, Wujud-itu, hanya Dia yang ada kekal abadi dan hamba itu tak ada wujudnya. (Pent.).
|
613
|
Semua itu mempunyai suatu sebab saja, yaitu : bahwa kelezatan - adalah semacam idrak (pengetahuan dengan perasaan). Idrak itu membawa yang diketahui dan membawa kekuatan idrak. Orang yang tidak sempurna kekuatan idraknya, niscaya tidak tergambar daripadanya kelezatan itu. Bagaimanakah kiranya orang yang ketiadaan pancaindra:perasaan lidah mengetahui lezatnya makanan?
Bagaimanakah kiranya orang yang ketiadaan pendengaran, mengetahui lezatnya (enaknya) nyanyian.
Dan orang yang ketiadaan akal-pikiran mengetahui lezatnya buah pikiran?.
Begitu
juga, rasa mendengar dengan hati, sesudah sampainya bunyi kepada
pendengaran, akan mengetahui dengan panca-indra yang tersembunyi dalam
hati. Maka orang yang tiada mempunyainya, niscaya tidak mustahil tidak
ada kelezatannya. Mungkin anda bertanya : bagaimanakah tergambar
kerinduan itu pada Allah Ta'ala, sehingga pendengaran itu menjadi
penggeraknya?.
Ketahuilah kiranya,
bahwa orang yang mengenal (ma'rifah) akan Allah, niscaya sudah pasti
mencintai-Nya. Dan orang yang teguh ma'rifahnya, niscaya teguhlah
kecintaannya, menurut keteguhan ma'rifahnya itu, Dan kecintaan itu
apabila telah teguh, maka dinamai : rindu ‘(isyq). Dan tidak ada arti rindu, selain dari cinta yang bersangatan teguhnya.
Karena itulah- orang Arab mengatakan : bahwa Muhammad itu telah asyik dengan Tuhannya, tatkala mereka melihat Nabi kita صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. berkhilwah untuk ibadah di gua Hira'.
Ketahuilah,
bahwa semua yang bagus itu disukai oleh orang yang mengetahui
kebagusannya. Dan Allah Ta'ala itu elok, menyukai ke-elokan. Tetapi
ke-elokan itu, jikalau bersesuaian bentuk dan kebersihan warna, niscaya
diketahui dengan panca-indra : pengli- hatan. Dan jikalau ke-elokan itu
dengan keagungan, kebesaran, ketinggian derajat, kebagusan sifat dan
budi-pekerti, kamauan kebajikan untuk seluruh makhluq dan
melimpah-ruahnya kebajikan itu berkekalan kepada makhluq itu dan
lain-lainnya dari segala sifat bathiniyah, niscaya diketahui dengan
panca-indra : hati. Kata-kata: bagus, kadang-kadang dipinjam pula untuk
panca-indra tadi. Lalu dikatakan : si Anu itu baik dan bagus. Dan
tidaklah dimaksudkan : bentuknya. Tetapi dimaksudkan, bahwa si Anu itu
baik akhlaknya, terpuji sifat-sifatnya, bagus perjalanan hidupnya.
Sehingga kadang-kadang ia disukai orang disebabkan sifat-sifat
bathiniyah ini, karena memandang baiknya sifat-sifat tersebut.
614
|
Sebagaimana disukai bentuk dzahiriyah. Kadang-kadang kesukaan ini teguh kuat., maka dinamakan : isyq (rindu).
Berapa
banyak orang yang berlebih-lebihan mencintai pelopor- pelopor madzhab,
seperti : Asy-Syafi-'i ra., Malik ra. dan Abu Hanifah ra. Sehingga
mereka bersedia menyerahkan harta dan jiwanya, untuk membantu dan
menolong. Dan mereka menambah berlebih-lebihan dan bersangatan di atas
semua orang 'isyq (orang yang rindu).
Dan
setengah dari yang mena'jubkan, bahwa dapat dipahami mendalamnya
kecintaan kepada seseorang, yang belum pernah sekali- kali dilihat
bentuknya. Adakah dia itu bagus atau jelek. Dan orang itu sekarang sudah
meninggal. Tetapi karena kebagusan bentuk bathiniyahnya, perjalanan
hidupnya yang disukai dan kebaikan— kebaikan yang datang dari
amal-perbuataianya, untuk orang-orang Agama dan hal-hal yang lain.,
Kemudian,
tidak dapat dipikiri, kerinduan kepada yang terlihat
kebajikan-kebajikan daripada-Nya. Bahkan sebenarnya, yang tidak ada
berkebajikan, tidak ada berkebagusan dan tidak ada kesayang- an di alam
ini, melainkan itu, adalah salah satu daripada kebaikan- kebaikan-Nya,
suatu bekas dari bekas-bekas kemurahan-Nya dan suatu ceduk dari lautan
kemurahan-Nya. Bahkan semua kebagusan dan ke-elokan dalam dunia, yang
diketahui dengan akal-pikiran, penglihatan, pendengaran dan
panca-indra-panca-indra lainnya, dari permulaan kejadian alam sampai
kepada kehancurannya, dari puncak bintang Surayya sampai kepada lapisan
tanah yang paling bawah, adalah suatu bijian yang halus dari gudang
qudrah-Nya dan suatu kilatan dari Nur Hadharat-Nya.
Wahai
kiranya, bagaimanakah tidak dapat. dipahami kecintaan yang begini
sifatnya? Bagaimanakah tidak teguhnya kecintaan pada orang-orang yang
berilmu ma'rifah (al-'arifiin) kepada-Nya dengan segala sifat-Nya?
Sehingga melampaui batasan, di mana pemakaian nama : rindu kepada-Nya,
merupakan kedzaliman terhadap hak- Nya, Karena keteledoran
memberitahukan tentang kesangatan . kecintaan kepada-Nya.
Maka
Maha Suci Allah yang terhijab (terdinding) dari terang, disebabkan
sangat terang-Nya. Dan tertutup dari penglihatan mata, disebabkan
cemerlang Nur-Nya. Jikalau tidaklah terhijab-Nya dengan tujuh puluh
hijab dari Nur-Nya, niscaya ke-Maha-Suci-an Wajah-Nya akan membakar mata
orang-orang yang memperhatikan ke-elokan Hadharat-Nya. Jikalau tidaklah
kelihatan-Nya itu sebab ketersembunyian-Nya, niscaya tercenganglah
segala akal-pikiran.
615
|
Dan
heranlah segala hati. Lumpuhlah segala kekuatan dan centang-perenanglah
segala anggota badan. Jikalau tersusunlah hati dari batu dan besi,
niscaya jadilah hati itu di bawah permulaan Nur- Tajalli-Nya (1) secara
pelan-pelan.
Bagaimanakah hakikat cahaya matahari menguasai penglihatan burung kelelawar? Akan datanglah penjelasan isyarat ini pada "Kitab Al-Mahabbah(Kitab Kecintaan).
Dan jelaslah bahwa mencintai selain Allah Ta'ala itu, kekurangan pikiran dan kebodohan.
Tetapi orang yang berkeyakinan dengan mengenal Allah (ma'rifah kepada
Allah), ia tiada mengenal selain Allah Ta'ala. Karena tidak adalah pada
wujud menurut yang sebenarnya, selain Allah dan af'al-Nya
(perbuatan-Nya). Dan orang yang mengenai afal, dari segi bahwa itu
af'al, niscaya tidak akan melewatkan dari mengenai Pembuat af'al itu
kepada orang lain. Orang yang mengenal Imam Asy-Syafi-'i ra. umpamanya,
mengenal pengetahuan dan karangannya, dari segi itu karangannya, tidak
dari segi bahwa karangannya itu halaman putih, kulit-tinta, kertas,
kata-kata yang tersusun dan bahasa Arab, maka sesungguhnya ia telah
mengenai Imam Asy-Syafi-'i ra. Dan ia tidak akan melewatkan dari
mengenai Imam Asy-Syafi-'i ra. kepada orang lain. Dan tidak akan
melampaui kecintaannya kepada orang lain. Semua yang maujud (yang ada)
selain dari Allah Ta'ala, maka itu adalah susunan, perbuatan dan yang
elok dari segala perbuatan- Nya. Siapa yang mengenai perbuatan itu, dari
segi bahwa perbuatan itu adalah ciptaan Allah Ta'ala, maka ia melihat
dari ciptaan itu akan sifat Penciptanya, sebagaimana ia melihat dari
kebagusan susunan, akan keutamaan penyusun dan keagungan kadarnya,
niscaya ma'rifah dan kecintaannya adalah tertentu kepada Allah Ta'ala.
Tidak melampaui kepada yang lain dari pada-Nya. Dan dari batasan
kerinduan ini, bahwa ia tidak menerima penyekutuan. Dan
semua yang lain dari kerinduan ini; adalah menerima penyekutuan. Karena
tiap-tiap yang dicintai selain daripada-Nya, niscaya tergambarlah ada
tandingan. Adakalanya tentang adanya tandingan itu dan adakalanya
tentang kemungkinan adanya tandingan itu.
Adapun
Ke-elokan ini (Allah Ta'ala), maka tidaklah tergambar ada duanya. Tidak
secara kemungkinan dan tidak secara adanya kemungkinan.
<><>
<>
(1) Nur-Tajalli, artinya secara umum, ialah : Sinar menampak-Nya (Pent.).
|
616
|
Maka nama kerinduan kepada selain Allah, adalah secara majazi semata-mata, bukan hakiki.
Benar, orang yang kurang, yang mendekati kekurangannya kepada hewan, kadang-kadang tidak mengenal dari kata-kata "rindu",
selain daripada mencari perhubungan. Yaitu : ibarat dari penyentuhan
tubuh dzahir dan tertunai nafsu-syahwat bersetebuh. Maka seperti keledai
ini (orang yang berkekurangan sifatnya yang mendekati hewan tadi),
seyogialah tidak dipakai padanya, kata- kata : asyik, rindu,
penyambungan dan kejinakan hati. Tetapi kata-kata dan maksud-maksud tadi
dijauhkan, sebagaimana dijauh- kan dari hewan, tumbuh-tumbuhan yang
harum dan bunga yang wangi. Dan khusus bagi hewan, tumbuh-tumbuhan,
rumput dan daun-daun bambu.
Sesungguhnya
kata-kata itu boleh, dipakai pada Allah Ta'ala, apabila tidak
meragukan pengertian, yang wajib diquduskan Allah Ta'ala daripadanya.
Dan keraguan-keraguan itu berbeda dengan berbedanya pengertian.
Maka
hendaklah diperhatikan yang halus ini mengenai kata-kata yang seperti
ini. Bahkan tidak jauh, bahwa akan terjadi dari semata- mata mendengar
sifat Allah Ta'ala, suatu kesan yang menonjol, yang terputus ikatan hati
karenanya.
Abu Hurairah ra. merawikan dari Rasulullah صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ, bahwa : "Rasulullah صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
menerangkan : ada seorang anak laki-laki dari Bani Israil di atas
sebuah bukit. Lalu ia bertanya kepada ibunya : 'Siapakah yang menjadikan
langit?'".
Ibunya menjawab : "Allah'Azza wa Jalla".
Kemudian anak itu bertanya lagi : "Siapakah yang menjadikan
bumi?".
Ibunya menjawab : "Allah 'Azza wa Jalla".
Kemudian anak itu bertanya pula : "Siapakah yang menjadikan bukit?".
Ibunya menjawab : "Allah'Azza wa Jalla".
Kemudian anak itu bertanya lagi : "Siapakah yang menjadikan kabut?".
Ibunya menjawab : "Allah 'Azza wa Jalla".
Lalu anak itu menyambung :
"Sesungguhnya aku mendengar keadaan yang dahsyat bagi Allah". Lalu ia
melemparkan dirinya dari atas bukit, maka badannya hancur binasa. (1)
<><>
<>
(1) Dirawikan Ibnu Hibban dari Abu Hurairah.
|
617
|
Ini adalah, seakan-akan ia mendengar apa yang menunjukkan kepada keagungan Allah Ta'ala dan kesempurnaan qudrah-Nya. Maka bergoncanglah sendi-sendinya karenanya.Dan memperoleh sesuatu perasaan pada dirinya. Lalu melemparkan dirinya, dari adanya perasaan itu.
Dan tidaklah diturunkan kitab-kitab suci, selain untuk memperoleh kegoncangan sendi-sendi dengan mengingati Allah Ta'ala.
Setengah mereka itu berkata
: "Aku melihat tertulis dalam Injil : 'Kami bernyanyi untuk kamu, maka
kamu tidak bergoncang hati dengan kegembiraan atau kesedihan. Kami
meniupkan seruling untuk kamu, maka kamu tidak menari ". Artinya : "Kami bawa kamu untuk rindu mengingati Allah Ta'ala, tetapi kamu tidak merindui-Nya".
Inilah
yang kami maksudkan menyebutkannya, dari segala macam pendengaran,
segala penggerak dan segala yang dikehendaki daripadanya. Dan telah
jelas dengan pasti pembolehannya pada sebahagian tempat dan kesunatannya
pada sebahagian tempat. Jikalau anda bertanya : "Adakah mendengar itu
mempunyai suatu keadaan yang haram?".
Aku
menjawab, bahwa mendengar itu haram, disebabkan lima penghalang:
penghalang pada yang memperdengarkan, penghalang pada perkakas nyanyian,
penghalang pada susunan suara, penghalang pada dari yang mendengar
atau pada kerajinannya dan penghalang tentang adanya orang itu dari
golongan orang awam. Karena sendi (rukun) mendengar itu, ialah : yang
memperdengarkan, yang mendengar dan alat memperdengarkan.
Penghalang
pertama : bahwa yang memperdengarkan nyanyian itu wanita yang tidak
halal memandang kepadanya. Dan ditakutkan fitnah dari mendengar
nyanyiannya.-Dan searti dengan wanita itu, anak yang muda-belia yang
ditakutkan fitnah. Ini adalah haram. Karena padanya ditakutkan fitnah.
Dan tidaklah yang demikian itu karena nyanyian. Bahkan jikalau wanita
itu, ditakutkan fitnah disebabkan suaranya dalam percakapan, tanpa lagu,
maka tidak diperbolehkan bercakap-cakap dan berbicara dengan dia. Dan
juga untuk memperdengarkan suaranya pada pembacaan Al-Qur-an.
Begitu
juga anak-anak (yang muda-belia) yang ditakutkan fitnah. Jikalau anda
bertanya : "Adakah tuan mengatakan, bahwa yang demikian itu haram dalam
segala hal, demi menutup pintu fitnah. Atau tidak diharamkan, kecuali,
di mana ditakutkan fitnah terhadap orang yang takut akan terjadi
perzinaan".
618
|
Aku menjawab : ini masalah kemungkinan dari segi fiqh, yang tarik-menarik padanya dua pokok;
Pertama :
bahwa khilwah (bersepi-sepian) dengan wanita lain dan memandang kepada
wajahnya adalah haram. -Sama saja ditakutkan fitnah atau tidak
ditakutkan. Karena wanita itu —pada umumnya— tempat dugaan datangnya
fitnah. Maka Agama menetapkan untuk menutup pintunya, tanpa memandang
bentuk-bentuk persoalannya.
Kedua
: bahwa memandang kepada anak-anak muda-belia diperbolehkan. Kecuali
ketika ditakutkan fitnah. Maka tidak dihubung- kan anak-anak muda-belia
itu dengan wanita, tentang umumnya penutupan pintu. Tetapi di-ikutkan
padanya keadaan-suasana. Dan suara wanita itu?berkisar
diantara dua pokok ini. Jikalau kita qiaskan mendengar suara wanita
kepada memandang wajahnya, niscaya wajiblah menutup pintu (tidak
diperbolehkan sama-sekali). Dan itu adalah qias yang dekat (analogi yang
berde- katan). Tetapi terdapat perbedaan diantara keduanya. Karena
nafsu-syahwat meminta untuk memandang pada permulaan ber- kobarnya. Dan
tidak meminta untuk mendengar suaranya. Dan tidaklah yang digerakkan
oleh pandangan untuk nafsu-syahwat yang ingin disentuh, seperti yang
digerakkan oleh mendengar suaranya. Tetapi yang digerakkan oleh
pandangan itu adalah lebih hebat. Dan suara wanita pada bukan nyanyian,
tidak termasuk aurah (yang tidak boleh dilihat orang). Kaum wanita pada;
masa Shahabat ra. selalu berbicara dengan laki-laki : pada memberi
salam, minta fatwa, bertanya, bermusyawarah dan lain-lain. Tetapi
nyanyian itu mempunyai lebih membekas pada menggerakkan nafsu-syahwat.
Maka membandingkan (meng-qias-kan) mendengar suara wanita dengan
memandang anak-anak muda belia, adalah lebih utama. Karena anak-anak
muda-belia itu tidak disuruh menghijabkan (menutupkan dirinya),
sebagaimana kaum wanita ~ tidak disuruh menutupkan suaranya. Maka
seyogialah di-ikuti (diperhatikan) tempat berkobarnya fitnah dan
dibatasi pengharamannya kepadanya saja.
Inilah
qias yang terbaik pada pendapatku. Dan ini dikuatkan oleh hadits dua
budak wanita yang menyanyi di rumah 'A-isyah ra. Karena diketahui bahwa
Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
mendengar suara nyanyian- keduanya. Dan beliau tiada menjaga diri
daripadanya. Tetapi tidaklah fitnah itu ditakutkan terhadap diri Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. Dari itu, maka beliau صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. tidak menjaga diri daripadanya.
619
|
Jadi,
persoalan ini berlainan dengan keadaan wanita dan keadaan pria, tentang
mudanya dan tuanya pria itu. Dan tidak jauh pula bahwa persoalan dalam
hal yang seperti ini berlainan dengan ber- bagai macam keadaan. Kita
mengatakan, bahwa bagi orang tua boleh memeluk isterinya sedang berpuasa
dan tidak boleh yang demikian bagi seorang muda. Karena pelukan itu
membawa kepada persetubuhan dalam puasa dan itu terlarang. Dan mendengar
suara nyanyiannya membawa kepada ingin memandang dan berdekatan. Dan
itu haram. Yang demikian itu berlainan pula menurut masing- masing
orang.
Penghalang kedua :
tentang alat nyanyian, di mana perkakas itu menjadi simbul peminum atau
orang yang menyerupakan dirinya dengan wanita. Yaitu : serunai, rebab,
dan genderang yang kecil tengahnya.
Maka
inilah tiga macam yang terlarang. Dan selain dari itu, tetap pada
pokoknya : diperbolehkan. Seperti : rebana, walaupun ada padanya genta.
Dan seperti : tambur, serunai dan yang dipukul dengan kayu bulat dan
alat-alat permainan lainnya.
Penghalang ketiga
: tentang susunan suara, yaitu : sya'ir. Jikalau dalam sya'ir itu
terdapat perkataan buruk, keji dan caci-maki atau perkataan dusta
terhadap Allah Ta'ala dan Rasul-Nya صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
atau terhadap para Shahabat ra., seperti yang disusun oleh golongan
Rafidli (suatu golongan dari kaum Syi'ah) tentang menyerang para
Shahabat Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
dan lainnya, maka mendengar yang demikian itu haram, dengan nyanyian
atau tidak dengan nyanyian. Dan yang mendengar itu sekongkol dengan yang
mengatakannya. Begitu pula yang ada padanya penyifatan bentuk wanita.
Sesungguhnya tiada boleh penyifatan wanita dihadapan kaum pria. Adapun
menyerang orang kafir dan orang bid'ah dengan kata-kata itu
diperbolehkan. Adalah Hassan bin Tsabit ra. mempertahankan Rasulullah صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. dengan sya'irnya dan menyerang kaum kafir. Dan Rasulullah صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
menyuruhkannya dengan yang demikian. u) Adapun an-nasiib, yaitu :
penyerupaan dengan menyifatkan pipi, alis-mata, bagus bentuk badan,
tinggi semampai dan sifat-sifat wanita yang lain, maka dalam hal ini
harus diperhatikan. Pendapat yang lebih kuat (ash-shahih), bahwa yang
tersebut tadi tidak haram menyusun kata-katanya dengan pantun dan
menyanyikannya dengan ber-irama atau tanpa ber-irama. Dan yang
mendengarkannya tidak menempatkan nyanyian itu kepada seorang wanita
tertentu.
(1) Dirawikan Al-Bukhari dan Muslim dari Al-Barra'-
|
620
|
Kalau
ditempatkannya, maka hendaklah ditempatkannya kepada wanita yang halal
baginya. Yaitu : isterinya dan budak wanitanya. Kalau ditempatkannya
kepada wanita lain, maka dia berdosa dengan penempatan dan pemutaran
pikiran padanya. Orang yang begini sifatnya maka seyogialah terus
menjauhkan diri daripada mendengarnya. Karena orang yang keras
kerinduannya, niscaya menempatkan semua yang didengarnya kepada
kerinduan itu. Sama saja perkataan itu sesuai atau tidak sesuai untuk
kerinduan itu. Karena tiada suatu perkataanpun, melainkan mungkin
menempatkannya kepada beberapa arti, dengan jalan isti'arah (peminjaman
kata-kata).
Orang
yang mengerasi pada hatinya kecintaan kepada Allah Ta'ala, akan
teringat dengan kehitaman alis- mata-umpamanya-kegelapan kufur. Elian
dengan kecantikan pipi akan cahaya iman. Dan dengan menyebut :
bersambung, teringat akan bertemu dengan Allah Ta'ala. Dan dengan
menyebut: bercerai, teringat akan terhijab daripada Allah Ta'ala dalam
kumpulan orang- orang yang tertolak amalannya. Dan dengan menyebut :
pengintip yang mengganggu jiwa persambungan, teringat akan segala
pengha- lang dan bahaya duniawi yang mengganggu kekalnya kejinakan hati
dengan Allah Ta'ala*. Dan tidak memerlukan pada penempatan demikian,
kepada pemahaman, pemikiran dan penangguhan waktu. Tetapi oleh segala
arti yang mengerasi pada hati, mendahulukan kepada pemahaman bersama
perkataan. Sebagaimana diri way at- kan dari sebahagian syaikh, bahwa
beliau lalu pada suatu pasar. Lalu mendengar seorang mengatakan :
"Al-khiar 'asyarah bi- habbah (Buah al-khiar (seperti buah mentimun)
sepuluh, harganya sebiji dirham)". Lalu syaikh tadi memperoleh kesan
yang mendalam.
Ketika
ditanyakan yang demikian, beliau menjawab : "Apabila al-khiar (yang
berarti juga : orang-orang baik) sepuluh, nilainya sebiji dirham, maka
apakah nilainya orang-orang jahat?". Setengah mereka (para syaikh)
singgah pada sebuah pasar. Lalu mendengar orang mengatakan : "Ya sa*tara
birri". (i). Maka beliau- pun memperoleh kesan yang mendalam. Orang
menanyakan kepadanya : "Berdasar apakah, maka kesan tuan demikian?".
(1)
Ya satara birri, artinya : wahai satara (nama semacam tumbuh-tumbuhan
yang terkenal dalam buku-buku kedokteran, tumbuh sendiri). Birri artinya
: yang tidak ditanami (tumbuh sendiri).
|
621
|
Beliau menjawab : "Aku mendengar seolah-olah orang itu mengatakan : lIsa tara birr (1). Sehingga orang Ajam (orang yang tidak pandai bahasa Arab) pun kadang-kadang mengerasi padanya kesan yang mendalam, bila mendengar susunan sya'ir yang tersusun dengan bahasa Arab. Karena sebahagian hurufnya bertimbangan (menyerupai) huruf Ajam. Lalu memahami daripadanya maksud yang lain.
Setengah mereka berpantun :
(Wa maa zaaraniifiil-laili illaa khayaaluhu).
Artinya : "Tak adalah yang berkunjung kepadaku pada malam hari, selain bentuknya dalam impian
Lalu
seorang laki-laki bangsa Ajam memperoleh kesan perasaan yang mendalam.
Maka ditanyakan tentang sebab kesannya itu. Ia menjawab, bahwa penya'ir
itu mengatakan : "ma zaraimi. Yaitu : sama seperti ia mengatakannya.
Sesungguhnya perkataan "zara", pada bahasa Ajam (bahasa Persia),
menunjukkan kepada orang yang hampir mendapat kecelakaan. Lalu ia
menyangka bahwa penya'ir itu mengatakan : "Kita semua mendekati kepada
kecelakaan". Maka ia merasa ketika itu akan bahaya kebinasaan di
akhirat. Dan orang yang membakar (berkobar-kobar) kecintaan- nya kepada
Allah Ta'ala dan kesan perasaannya itu, menurut pe- mahamannya. Dan
pemahamannya mdnurut khayalannya. Dan tidaklah termasuk syarat
khayalannya itu, bahwa bersesuaian dengan maksud dan bahasa dari si
penya'ir.
Maka
kesan perasaan ini adalah hak dan benar. Orang yang mempunyai penuh
perasaan akan bahayanya kebinasaan di akhirat, maka patut dan layak
terganggu akal-pikirannya dan terjadi ke- goncangan sendi-anggota
tubuhnya.
Jadi,
tidaklah pada perobahan kata-kata itu sendiri besar faedahnya. Tetapi
orang yang mengerasi pada dirinya kerinduan kepada makhluq, seyogialah
menjaga diri daripada mendengarnya, dengan kata-kata apapun adanya. Dan
orang yang mengerasi padanya kecintaan kepada Allah Ta'ala, maka tidak
mendatangkan melarat kepadanya, oleh kata-kata. Dan tidak mencegahkannya
daripada memahami arti-arti yang halus, yang menyangkut dengan tempat
lalu cita-citanya yang mulia.
(1)
Is'a tara birri : Is'a, artinya : Rajinlah mematuhi kepadaku. Tara,
artinya : niscaya engkau akan melihat. Birri, artinya : kebaikan dan
pemberianku. Artinya keseluruhan : "Rajinlah mematuhi aku, engkau akan
melihat kebaikan dan pemberianku". (Pent.). '
|
622
|
Penghalang ke-empat
: tentang orang yang mendengar. Yaitu : nafsu-syahwatnya adalah amat
mengerasinya. Dan dia berada pada masa muda remaja. Dan keadaan tersebut
lebih mengerasinya dari keadaan lainnya.
Maka
mendengar itu haram kepadanya, sama saja mengerasi pada hatinya
kecintaan kepada seorang tertentu atau tidak mengerasinya. Karena
bagaimanapun adanya, maka ia tidak mendengar penyifatan alis-mata, pipi,
bercerai dan bersambung, melainkan yang demikian itu akan menggerakkan
nafsu-syahwatnya. Dan menempatkannya di atas bentuk yang tertentu yang
dihembuskan oleh sethan ke dalam hatinya dengan yang demikian. Maka
berko- bar-kobarlah api nafsu-syahwatnya. Dan tajamlah segala pembang-
kit kejahatan. Dan yang demikian itu menjadi penolong barisan sethan.
Dan membuat kekecewaan bagi akai yang mencegahnya, yang menjadi barisan
Allah Ta'ala. Dan peperangan dalam hati itu berkekalan terus diantara
tentara sethan, yaitu : nafsu-syahwat dan barisan Allah Ta'ala, yaitu :
cahaya akal-pikiran. Kecuali dalam hati yang telah dimenangkan oleh
salah satu dari dua tentara. Dan telah dikuasainya secara keseluruhan.
Dan kebanyakan hati seka- rang telah dimenangkan oleh tentara sethan dan
telah dikuasainya. Maka anda memerlukan ketika itu kepada mengulang
kembali sebab-sebab peperangan untuk mengertakkannya. Bagaimanakah boleh
memperbanyakkan persenjataan dan menajamkan pedang dan gigi, sedang
mendengar itu adalah menajamkan senjata tentara sethan terhadap orang
yang seperti itu?.
Maka
hendaklah orang yang seperti itu keluar dari kumpulan mendengar.
Karena mendengar itu akan mendatangkan melarat baginya Penghalang kelima
: bahwa orang itu termasuk orang awam. Dan tidak mengerasi padanya,
kecintaan kepada Allah Ta'ala. Maka mendengar disunatkan kepadanya. Dan
tidak mengerasi kepadanya nafsu-syahwat, lalu mendengar terhadap
dirinya dicegah. Akan tetapi diperbolehkan, sebagaimana segala macam
kesenangan yang diperbolehkan lainnya. Kecuali apabila diperbuatnya
mendengar nyanyian itu, menjadi adat-kebiasaannya dan jalan hidup- nya.
Dan teledorlah kepadanya bahagian yang terbanyak dari waktunya.
623
|
Inilah kiranya orang bodoh yang ditolak kesaksiannya. Karena sesungguhnya, selalu berbuat yang sia-sia itu, suatu penganiayaan. Sebagaimana dosa kecil dengan terus-menerus dan berkekalan dikerjakan menjadi dosa besar, maka demikian pula sebahagian perbuatan mubah, dengan berkekalan dikerjakan itu, menjadi dosa kecil. Yaitu : seperti terus-terusan mengikuti orang Hitam dan orang Habsyi dan melihat permainan mereka terus-menerus. Itu adalah terlarang, walaupun asalnya ticlak terlarang. Karena telah diperbuat oleh Rasulullah صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
Dan
dari golongan ini, ialah permainan catur. Permainan catur itu mubah.
Akan tetapi terus-terusan mengerjakannya, menjadi sangat makruh.
Manakala
maksudnya itu permainan dan kesenangan dengan permainan tersebut, maka
yang demikian dibolehkan. Karena padanya terdapat penyenangan hati.
Karena kesenangan hati itu adalah obat bagi hati pada setengah waktu.
Supaya membangkit segala yang dipanggil oleh hati. Lalu yang dipanggil
oleh hati itu bekerja dengan rajin pada waktu-waktu lainnya pada dunia
ini, seperti berusaha dan berniaga. Atau pada Agama seperti shalat dan
membaca Al-Qur-an. Dan kebagusan yang demikian, pada berlipat- gandanya
kerajinan adalah seperti bagusnya tahi-lalat di atas pipi. Jikalau
tahi-lalat itu meratai seluruh muka, niscaya menjelekkan. Alangkah
jeleknya! Maka yang bagus itu kembali menjadi jelek, disebabkan
banyaknya. Tidaklah tiap-tiap yang bagus menjadi bagus oleh banyaknya.
Dan tidaklah tiap-tiap yang mubah menjadi mubah oleh banyaknya. Bahkan
roti itu mubah dan berbanyak daripadanya adalah haram.
Maka
yang mubah ini adalah seperti mubah-mubah lainnya!. Jikalau anda
mengatakan, bahwa alunan perkataan tadi telah mem- . bawa kepada mubah
pada sebahagian keadaan dan kepada tidak mubah pada sebahagian. Maka
mengapakah Tuan pertama-tama mengatakan secara mutlak dengan : mubah ?
Karena mengatakan : secara mutlak pada persoalan yang terurai, dengan :
tidak atau dengan : ya, adalah menyalahi dan salah.
Ketahuilah
kiranya, bahwa kesimpulan anda ini tidak benar. Karena mutlak itu
dilarang untuk penguraian yang terjadi dari suatu persoalan yang ada
padanya penelitian.
Adapun
yang terjadi dari hal-hal yang mendatang, yang bersam- bungan dengan
dia dari luar, maka tidak dilarang dikatakan : mutlak. Apakah tidak anda
ketahui, bahwa apabila kita ditanya- kan tentang: madu lebah, halalkah
dia atau tidak? Kita menjawab, bahwa madu lebah itu halal secara mutlak.
Sedang madu itu haram terhadap orang yang sifatnya panas-darah, di mana
ia akan men- dapat kemelaratan dengan madu itu. Dan apabila kita
ditanyakan tentang : khamar (minuman yang memabukkan), maka kita men
jawab : bahwa khamar itu haram.-
624
|
Sedang sebenarnya ia halal bagi orang yang tersumbat kerongkongannya dengan makanan, untuk meminumnya, manakala tidak terdapat yang lain. Akan tetapi dari segi dia itu khamar, adalah haram. Dan diperbolehkan adalah karena keperluan yang mendatang. Dan madu lebah itu dari segi dia itu madu adalah halal. Dan diharamkan adalah karena kemela- ratan yang mendatang. Dan sesuatu yang adanya karena yang mendatang, tidaklah menjadi perhatian benar. Bahwa berjual-beli itu halal. Dan diharamkan disebabkan mendatang terjadinya waktu adzan hari Jum'ah. Dan sebagainya dari hal-hal mendatang yang lain. Dan mendengar nyanyian itu terma- suk jumlah yang diperbolehkan, dari segi mendengar suara merdu, yang bertimbangan, yang dipahami. Dan pengharamannya, ialah hal yang mendatang, dari luar dirinya sendiri. Maka apabila terbu- ka tutup dari dalil pembolehan, maka kita tidak perduli orang yang menyalahinya sesudah terangnya dalil.
Adapun
Asy-Syafi-'i ra., maka tidaklah sekali-kali pengharaman nyanyian dari
madzhabnya. Asy-Syafi-'i ra. mengeluarkan nas dan berkata tentang orang
yang membuat nyanyian itu menjadi peru- sahaan : tidak boleh menjadi
saksi. Yang demikian itu, karena nyanyian termasuk permainan makruh yang
menyerupai perbuatan batil. Orang yang membuatnya menjadi perusahaan,
maka dinama- kan bodoh dan hilangnya kemuliaan diri (muru-ah), walaupun
tidak diharamkan diantara yang haram.
Jikalau
tidak menghubungkan dirinya kepada nyanyian, ia tidak dibawa untuk itu
dan ia tidak datang karenanya, hanya ia dikenal kadang-kadang terus
bernyanyi, lalu melagukan nyanyian itu,maka cara yang demikian,
tidaklah menjatuhkan muru-ahnya. Dan tidaklah batal kesaksiannya.
Berdalilkan dengan hadits dua budak wanita yang bernyanyi di rumah
'A-isyah ra. Yunus bin Abdul-A'la berkata : "Aku bertanya kepada Asy-
Syafi-'i ra. tentang diperbolehkan oleh penduduk Madinah men-, dengar
nyanyian. Lalu Asy-Syafi-'i ra. menjawab : 'Aku tiada tahu seorangpun
dari ulama Hijaz yang memakruhkan mendengar nyanyian. Kecuali ada
padanya mengenai sifat-sifat tertentu' ". Adapun nyanyian meninggi suara
di belakang unta, menyebutkan bentuk-bentuk dan tempat-tempat di musim
bunga, membaguskan suara dengan melagukan pantun-pantun itu mubah. Dan
di mana Asy-Syafi-'i ra. mengatakan, bahwa itu adalah permainan makruh,
yang menyerupai batil, maka perkataannya : permainan adalah benar. Akan
tetapi suatu permainan, dari segi dia itu permainan,
625
|
tidaklah haram. Permainan orang Habsyi dan tarian mereka adalah permainan. Dan Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
melihatnya dan tidak memakruhkannya. Bahkan permainan dan perbuatan
yang sia-sia, tidaklah disiksakan oleh Allah 'Ta'ala orang
mengerjakannya, jikalau dimaksudkan bahwa itu adalah perbuatan yang tak
berfaedah. Sesungguhnya manusia, jikalau membiasakan dirinya meletakkan
tangan di atas kepalanya sehari seratus kali, maka itu adalah permainan
yang tak berfaedah dan tidak haram..
Allah Ta'ala berfirman :
لا يُؤَاخِذُكُمُ اللَّهُ بِاللَّغْوِ فِي أَيْمَانِكُمْ
(Laa yu-aakhidzukumullaahu bil-laghwi fii aimaanikum). Artinya : "Allah tidak mengadakan tuntutan kewajiban karena sumpahmu yang tidak disengaja". (S. Al-Baqarah, ayat 225).
Apabila menyebutkan nama Allah Ta'ala atas sesuatu dengan jalan sumpah,
tanpa 'aqad {ikatan dengan jual-beli atau lainnya), dan tidak
bersungguh-sungguh dan menyalahi pada sumpah itu, serta tak ada faedah
padanya, maka tidak diadakan tuntutan (siksaan). Maka bagaimanakah
diadakan tuntutan (siksaan), disebabkan sya'ir dan tarian?.
Adapun
kata Asy-Syafi-'i ra. : menyerupai batil, maka ini tidak menunjukkan
kepada keyakinan pengharamannya. Bahkan jikalau beliau mengatakan, bahwa
: nyanyian itu tegasnya batil, niscaya tidaklah menunjukkan kepada
pengharamannya. Hanya menunjukkan kepada kosongnya daripada faedah;
Maka yang batil ialah sesuatu yang tiada berfaedah.
Perkataan seorang laki-laki umpamanya kepada isterinya : "Aku jual diriku kepada engkau", dan jawaban si isteri : "Aku beli",; adalah
'aqad batil, betapapun maksudnya permainan dan berbaik- baikan. Dan
tidak haram, kecuali apabila dimaksudkan pemilikan yang sebenarnya yang
dilarang oleh Agama.
Adapun
kata Asy-Syafi-'i ra. : makruh, maka ditempatkan pada setengah tempat
yang telah aku sebutkan kepada anda. Atau ditempatkan kepada pembersihan
dari segala yang meragukan (at-tanzih). Karena Asy-Syafi-'i ra. telah
menyatakan dengan nash, atas mubahnya permainan catur. Dan menyebutkan :
"Bahwa aku memandang makruh tiap-tiap permainan". Dan alasan yang dike-
mukakannya menunjukkan kepada yang demikian. Karena beliau berkata,
bahwa tidaklah yang demikian itu adat-kebiasaan kaum Agama dan orang
bermuruah .
626
|
Ini menunjukkan kepada at-tanzih. Dan tertolaknya kesaksian dengan selalu melakukan permainan itu, tidak juga menunjukkan kepada pengharamannya. Bahkan kadang-kadang kesaksian itu, ditolak (tidak dapat diterima) dari orang yang makan di pasar dan melakukan perbuatan yang merusakkan muru-ah. Bahkan menenun itu perbuatan mubah dan tidak termasuk perusahaan orang yang tidak bermuru-ah. Kadang-kadang ditolak kesaksian orang yang bekerja dengan pekerjaan hina. Maka alasan yang dikemukakan- nya menunjukkan, bahwa beliau maksudkan dengan makruh itu, ialah at-tanzih.
Dan
ini adalah sangkaan juga kepada yang lain dari Asy-Syafi-'i ra. dari-
imam-imam besar. Dan jikalau mereka maksudkan akan pengharaman, maka
apa yang telah kami sebutkan adalah menjadi hujjah (dalil) terhadap
mereka.
No comments:
Post a Comment