Posted on 20 November 2009 by Murid
Paramartha
Raden Patah adalah pendiri dan sultan pertama Kesultanan
Demak yang memerintah tahun 1500-1518. Pada masanya Masjid Demak didirikan, dan
kemudian ia dimakamkan di sana.
“Saya adalah ulama asing yang
datang ke Pulau Jawa. Hanya sementara waktu saja saya memimpin masyarakat Islam
Jawa berkat ijin Sang Prabu (Raja Majapahit). Berbeda dengan kamu. Kamu orang
Jawa tulen, turun-temurun orang Jawa yang memiliki Pulau Jawa.”
Kata-kata Sunan Ampel
(salah seorang Wali Songo)
itu telah menjadi perangsang kepada Raden Patah yang kemudiannya telah
menegakkan kerajaan Demak, yaitu kerajaan Islam yang pertama di Jawa. Raden
Patah telah memainkan peranan yang amat penting dalam pengislaman orang-orang
di Jawa dan timur Nusantara. Dengan berdirinya kerajaan Islam Demak dan
penaklukannya atas kerajaan Hindu Majapahit serta pengusiran tentara Portugis
dari Jawa Barat, jalan pengislaman Jawa menjadi terbuka lebar. Pembangunan
kerajaan Islam Demak merupakan satu titik peralihan dalam sejarah Jawa dan
timur Nusantara.
Terdapat berbagai versi tentang asal-usul pendiri Kesultanan
Demak.
Menurut Babad Tanah Jawi, Raden
Patah adalah putra Brawijaya raja terakhir Majapahit (versi babad) dari seorang
selir Cina. Karena Ratu Dwarawati sang permaisuri yang berasal dari Campa
merasa cemburu, Brawijaya terpaksa memberikan selir Cina kepada putra
sulungnya, yaitu Arya Damar bupati Palembang. Setelah melahirkan Raden Patah,
putri Cina dinikahi Arya Damar, melahirkan Raden Kusen.
Menurut kronik Cina dari kuil Sam Po
Kong, nama asli Raden Patah adalah Jin Bun, putra Kung-ta-bu-mi (alias Bhre
Kertabhumi) raja Majapahit (versi Pararaton) dari selir Cina. Kemudian selir
Cina diberikan kepada seorang peranakan Cina bernama Swan Liong di Palembang.
Dari perkawinan kedua itu lahir Kin San. Kronik Cina ini memberitakan tahun
kelahiran Jin Bun adalah 1455. Mungkin Raden Patah lahir saat Bhre Kertabhumi
belum menjadi raja (memerintah tahun 1474-1478).
Menurut Purwaka Caruban Nagari, nama
asli selir Cina adalah Siu Ban Ci, putri Tan Go Hwat dan Siu Te Yo dari Gresik.
Tan Go Hwat merupakan seorang saudagar dan juga ulama bergelar Syaikh Bantong.
Menurut Sejarah Banten, Pendiri
Demak bernama Cu Cu, putra mantan perdana menteri Cina yang pindah ke Jawa. Cu
Cu mengabdi ke Majapahit dan berjasa menumpas pemberontakan Arya Dilah bupati
Palembang. Berita ini cukup aneh karena dalam Babad Tanah Jawi, Arya Dilah
adalah nama lain Arya Damar, ayah angkat Raden Patah sendiri. Selanjutnya, atas
jasa-jasanya, Cu Cu menjadi menantu raja Majapahit dan dijadikan bupati Demak
bergelar Arya Sumangsang.
Menurut Suma Oriental karya Tome
Pires, pendiri Demak bernama Pate Rodin, cucu seorang masyarakat kelas rendah
di Gresik.
Meskipun terdapat berbagai versi,
namun terlihat kalau pendiri Kesultanan Demak memiliki hubungan dengan
Majapahit, Cina, Gresik, dan Palembang.
Raden Patah Mendirikan Demak
Babad Tanah Jawi menyebutkan, Raden
Patah menolak menggantikan Arya Damar menjadi bupati Palembang. Ia kabur ke
pulau Jawa ditemani Raden Kusen. Sesampainya di Jawa, keduanya berguru pada
Sunan Ampel di Surabaya. Raden Kusen kemudian mengabdi ke Majapahit, sedangkan
Raden Patah pindah ke Jawa Tengah membuka hutan Glagahwangi menjadi sebuah
pesantren.
Makin lama Pesantren Glagahwangi
semakin maju. Brawijaya di Majapahit khawatir kalau Raden Patah berniat memberontak.
Raden Kusen yang kala itu sudah diangkat menjadi Adipati Terung diperintah
untuk memanggil Raden Patah.
Raden Kusen menghadapkan Raden Patah
ke Majapahit. Brawijaya merasa terkesan dan akhirnya mau mengakui Raden Patah
sebagai putranya. Raden Patah pun diangkat sebagai bupati, sedangkan
Glagahwangi diganti nama menjadi Demak, dengan ibu kota bernama Bintara.
Menurut kronik Cina, Jin Bun pindah
dari Surabaya ke Demak tahun 1475. Kemudian ia menaklukkan Semarang tahun 1477
sebagai bawahan Demak. Hal itu membuat Kung-ta-bu-mi di Majapahit resah. Namun,
berkat bujukan Bong Swi Hoo (alias Sunan Ampel), Kung-ta-bu-mi bersedia
mengakui Jin Bun sebagai anak, dan meresmikan kedudukannya sebagai bupati di
Bing-to-lo.
Perang Demak dan Majapahit
Perang antara Demak dan Majapahit
diberitakan dalam naskah babad dan serat, terutama Babad Tanah Jawi dan Serat
Kanda. Dikisahkan, Sunan Ampel melarang Raden Patah memberontak pada Majapahit
karena meskipun berbeda agama, Brawijaya tetaplah ayah Raden Patah. Namun sepeninggal
Sunan Ampel, Raden Patah tetap menyerang Majapahit. Brawijaya moksa dalam
serangan itu. Untuk menetralisasi pengaruh agama lama, Sunan Giri menduduki
takhta Majapahit selama 40 hari.
Kronik Cina dari kuil Sam Po Kong
juga memberitakan adanya perang antara Jin Bun melawan Kung-ta-bu-mi tahun
1478. Perang terjadi setelah kematian Bong Swi Hoo (alias Sunan Ampel). Jin Bun
menggempur ibu kota Majapahit. Kung-ta-bu-mi alias Bhre Kertabhumi ditangkap
dan dipindahkan ke Demak secara hormat. Sejak itu, Majapahit menjadi bawahan
Demak dengan dipimpin seorang Cina muslim bernama Nyoo Lay Wa sebagai bupati.
Pada tahun 1485 Nyoo Lay Wa mati
karena pemberontakan kaum pribumi. Maka, Jin Bun mengangkat seorang pribumi
sebagai bupati baru bernama Pa-bu-ta-la, yang juga menantu Kung-ta-bu-mi.
Tokoh Pa-bu-ta-la ini identik dengan
Prabu Natha Girindrawardhana alias Dyah Ranawijaya yang menerbitkan prasasti
Jiyu tahun 1486 dan mengaku sebagai penguasa Majapahit, Janggala, dan Kadiri.
Selain itu, Dyah Ranawijaya juga
mengeluarkan prasasti Petak yang berkisah tentang perang melawan Majapahit.
Berita ini melahirkan pendapat kalau Majapahit runtuh tahun 1478 bukan karena
serangan Demak, melainkan karena serangan keluarga Girindrawardhana.
Pemerintahan Raden Patah
Apakah Raden Patah pernah menyerang
Majapahit atau tidak, yang jelas ia adalah raja pertama Kesultanan Demak.
Menurut Babad Tanah Jawi, ia bergelar Senapati Jimbun Ningrat Ngabdurahman
Panembahan Palembang Sayidin Panatagama, sedangkan menurut Serat Pranitiradya,
bergelar Sultan Syah Alam Akbar.
Nama Patah sendiri berasal dari kata
al-Fatah, yang artinya “Sang Pembuka”, karena ia memang pembuka kerajaan Islam
pertama di pulau Jawa.
Pada tahun 1479 ia meresmikan Masjid
Agung Demak sebagi pusat pemerintahan. Ia juga memperkenalkan pemakaian
Salokantara sebagai kitab undang-undang kerajaan. Kepada umat beragama lain,
sikap Raden Patah sangat toleran. Kuil Sam Po Kong di Semarang tidak dipaksa
kembali menjadi masjid, sebagaimana dulu saat didirikan oleh Laksamana Cheng Ho
yang beragama Islam.
Raden Patah juga tidak mau memerangi
umat Hindu dan Buddha sebagaimana wasiat Sunan Ampel, gurunya. Meskipun naskah
babad dan serat memberitakan ia menyerang Majapahit, hal itu dilatarbelakangi
persaingan politik memperebutkan kekuasaan pulau Jawa, bukan karena sentimen
agama. Lagi pula, naskah babad dan serat juga memberitakan kalau pihak
Majapahit lebih dulu menyerang Giri Kedaton, sekutu Demak di Gresik.
Tome Pires dalam Suma Oriental
memberitakan pada tahun 1507 Pate Rodin alias Raden Patah meresmikan Masjid
Agung Demak yang baru diperbaiki. Lalu pada tahun 1512 menantunya yang bernama Pate Unus
bupati Jepara menyerang Portugis di Malaka.
Tokoh Pate Unus
ini identik dengan Yat Sun dalam kronik Cina yang diberitakan menyerang bangsa
asing di Moa-lok-sa tahun 1512. Perbedaannya ialah, Pate Unus
adalah menantu Pate Rodin, sedangkan Yat Sun adalah putra Jin Bun. Kedua
berita, baik dari sumber Portugis ataupun sumber Cina, sama-sama menyebutkan
armada Demak hancur dalam pertempuran ini.
Menurut kronik Cina, Jin Bun alias
Raden Patah meninggal dunia tahun 1518 dalam usia 63 tahun. Ia digantikan Yat
Sun sebagai raja selanjutnya, yang dalam Babad Tanah Jawi bergelar Pangeran
Sabrang Lor.
Keturunan Raden Patah
Menurut naskah babad dan serat,
Raden Patah memiliki tiga orang istri. Yang pertama adalah putri Sunan Ampel
, menjadi permaisuri utama, melahirkan Raden Surya dan Raden Trenggana, yang
masing-masing secara berurutan kemudian naik takhta, bergelar Pangeran Sabrang
Lor dan Sultan Trenggana.
Istri yang kedua seorang putri dari
Randu Sanga, melahirkan Raden Kanduruwan. Raden Kanduruwan ini pada
pemerintahan Sultan Trenggana berjasa menaklukkan Sumenep.
Istri yang ketiga adalah putri
bupati Jipang, melahirkan Raden Kikin dan Ratu Mas Nyawa. Ketika Pangeran
Sabrang Lor meninggal tahun 1521, Raden Kikin dan Raden Trenggana bersaing
memperebutkan takhta. Raden Kikin akhirnya mati dibunuh putra sulung Raden
Trenggana yang bernama Raden Mukmin alias Sunan Prawata, di tepi sungai. Oleh karena
itu, Raden Kikin pun dijuluki Pangeran Sekar Seda ing Lepen, artinya bunga yang
gugur di sungai.
Kronik Cina hanya menyebutkan dua
orang putra Jin Bun saja, yaitu Yat Sun dan Tung-ka-lo, yang masing-masing
identik dengan Pangeran Sabrang Lor dan Sultan Trenggana.
No comments:
Post a Comment